Pengamat Pendidikan: Tunggu Saatnya Sekolah Favorit Megap-megap

Pengamat Pendidikan: Tunggu Saatnya Sekolah Favorit Megap-megap
Pengamat dan Praktisi Pendidkan Muhammad Nur Rizal. Foto: tangkapan layar/mesya

Saat itu kata Rizal, ada 20 yang lolos seleksi, lalu didampingi dan sekitar 40 persen hingga 50 persen di tahun awal melakukan transformasi. Sisanya kesulitan karena berbagai hal.

Situasi ini yang kemudian menginspirasi GSM membuat forum bertukar praktik antarsekolah melalui WA grup dan kegiatan berbagi praktik melalui tatap muka 3-4 bulan sekali agar proses pendampingan dilakukan oleh antarguru.

Sedangkan GSM lebih berperan pada menjaga semangat motivasi, kesadaran untuk selalu bergerak, memberi referensi praktik dari luar dan meriset untuk mendapatkan feedback sebagai rujukan GSM melakukan intervensi berikutnya.

"Hasilnya di tahun kedua, persentasi yang melakukan transformasi meningkat menjadi 70 persen dan bahkan di tahun ketiga mencapai 80-90 persen," kata Founder GSM ini.

Terkait pembelajaran di era normal baru, Rizal mengatakan, blended learning menjadi pilihan yang tepat.

Syaratnya blended learning bukan sekadar memindahkan buku melalui tugas online tetapi pembelajarannya harus fleksibel, memenuhi kebutuhan siswa, sesuai dengan potensi minat bakat siswa yang berbeda-beda.

Juga memberikan ruang lebar bagi siswa untuk banyak melakukan refleksi dalam belajar sehingga terbangun rasa kepemilikan siswa terhadap proses belajarnya sendiri (mandiri).

"Kegiatan belajar di era normal baru orientasinya bukan siswa tahu apa, tetapi siswa bisa melakukan apa untuk memecahkan persoalan nyata dengan pengetahuan yang dimilikinya. Bisa membangun ketrampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dalam menawarkan gagasan dibutuhkan di dunia nyata," bebernya.

Gerakan Sekolah Menyenangkan: Muhammad Nur Rizal mengatakan, sekolah-sekolah pinggiran justru bertahan di era VUCA. Sekolah favorit bakal megap-megap.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News