Pengembang PLTP Berharap Kesetaraan dengan Pembangkit Fosil

Pengembang PLTP Berharap Kesetaraan dengan Pembangkit Fosil
Para narasumber webinar SAFE Forum 2020. Foto: Dok Pri

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan harga listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) lebih mahal.

Misalnya, keterbatasan infrastruktur dan koneksi, serta risiko eksplorasi yang tinggi.

Soal infrastruktur jalan dan jembatan, sebagian besar kini belum tersedia.

Eksplorasi energi primer untuk pembangkit EBT juga berisiko. Belum lagi, koneksi ke jaringan yang lebih kecil terbatas.

“Potensi solusi untuk panas bumi dari sejumlah tantangan yang ada, misalnya dengan mengadakan penggantian biaya infrastruktur terutama yang bersifat sosial. Selain itu, risiko eksplorasi juga sebaiknya ditanggung bersama pemerintah dan badan usaha,” ujar Agus.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui bahwa salah satu tantangan pengembangan EBT panas bumi memang competitiveness harga dibandingkan dengan energi fosil.

Hal ini memengaruhi sisi kelayakan pengembangan suatu proyek panas bumi.

“Karena tantangan-tantangan itu, sekarang pemerintah sedang menyusun regulasi untuk untuk membuat tarif listrik pembangkit EBT lebih kompetitif. Sekarang sedang proses harmonisasi perpresnya oleh Kemenkumham. Di dalamnya akan diatur insentif,” ucap Direktur Panas Bumi ESDM Ida Nuryatin.

Indonesia berada di peringkat teratas dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) untuk kawasan Asia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News