Penggabungan Batasan Produksi SKM dan SPM Tutup Celah Kecurangan Pabrik Asing

Penggabungan Batasan Produksi SKM dan SPM Tutup Celah Kecurangan Pabrik Asing
Sejumlah buruh pabrik rokok sedang bekerja. Ilustrasi Foto: DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS

Menurut Danang, keputusan yang diambil terkait cukai saat ini tidak murni mempertimbangkan kondisi industri dan pengendalian kesehatan, namun pragmatis mengejar target penerimaan negara.

“Bagaimana mungkin sebuah kebijakan yang sudah dijalankan tiba-tiba di tengah-tengah direvisi. Ini perlu ditelaah lebih dalam,” kata Danang.

Danang menambahkan, pemerintah harus lebih konsisten dalam melangkah karena setiap keputusan yang diambil akan menentukan efektivitas penerimaan negara, masa depan dan keberlangsungan industri, serta pengendalian konsumsi rokok.

Di antara kebijakan yang dapat ditempuh untuk mencapai tiga tujuan tersebut di luar menaikkan tarif cukai adalah penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

Jika ini dilakukan secara konsisten maka akan menciptakan tiga keuntungan. Pertama, penerimaan negara akan optimal karena tak ada perusahaan besar, terutama asing yang membayar cukai murah.

Kedua, tercipta persaingan usaha yang sehat di mana perusahaan besar akan bersaing dengan sesama perusahaan besar, dan sebaliknya.

Ketiga, konsumsi rokok akan terkendali karena harganya di pasar akan naik, namun dengan tingkat inflasi lebih terkendali dan terprediksi.

Pakar perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menambahkan, untuk mencegah penghindaran pajak dari pabrikan rokok asing, maka perlu dibuat aturan yang ketat. ‘’Tax avoidance itu menghilangkan hak masyarakat lain untuk mendapatkan pelayanan publik yang dibiayai dari pajak. Tetapi, semua kebijakan jangan dirumuskan tiba-tiba sehingga sering menimbulkan guncangan di industri,’’paparnya.

Tolak penggabungan batasan produksi SKM dan SPM karena khawatir mereka tidak akan bisa lagi membayar tarif cukai murah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News