Pengunjuk Rasa Sri Lanka Ingin Bertahan di Istana Kepresidenan Sampai Pemerintahan Rajapaksa Berakhir

Pengunjuk Rasa Sri Lanka Ingin Bertahan di Istana Kepresidenan Sampai Pemerintahan Rajapaksa Berakhir
Warga Sri Lanka menjelajahi istana presiden yang mereka di Kolombo. (AP: Eranga Jayawardena)

Para ahli memperingatkan bahwa yang terjadi selanjutnya akan menjadi momen sangat penting bagi masa depan Sri Lanka: negara tersebut bisa menjadi anarkis atau mengalami perubahan sistemik yang disebabkan unjuk rasa.

"Kami berada di 'persimpangan jalan'. Kami mengalami krisis yang tiada duanya, yang hasil akhirnya tergantung pada jalur mana yang akan kami lewati," kata ekonom Sri Lanka Murthazar Jafferjee.

"Entah kita akan menjadi negara gagal, atau ini akan menjadi kesempatan sekali dalam satu generasi untuk berubah.

"Semoga dalam 10 tahun, kita bisa menjadi negara yang lebih tangguh jika perubahan yang diperlukan terwujud."

Menuntut reformasi dan Pemilu

Sri Lanka telah menderita selama berbulan-bulan di tengah inflasi yang melonjak dan tiadanya cadangan devisa yang menyebabkan pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar dalam stok kritis.

Pemadaman listrik yang terjadi terus-menerus ditambah kondisi yang memburuk tanpa solusi yang jelas, dan orang-orang yang telah melakukan unjuk rasa selama berbulan-bulan.

Banyak warga menyalahkan Pemerintahan keluarga Rajapaksa yang dulu berkuasa atas masalah manajemen yang tidak kompeten, dengan menuduh mereka menggunakan kekayaan negara untuk keuntungan pribadi.

Pemerintah telah mencoba menghentikan demonstrasi serta memerintahkan polisi untuk menembakkan gas air mata dan meriam air ke kerumunan, mempercayakan kekuatan yang lebih besar kepada militer.

Pilar putih raksasa, kolam renang berwarna biru, fasilitas gym komplet, garasi berisi mobil mewah, semuanya adalah karakteristik rumah Presiden Sri Lanka yang menjadi puncak kemewahan negara itu

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News