Pengusaha Tambang Perberat Beban Utang RI

Pengusaha Tambang Perberat Beban Utang RI
Pengusaha Tambang Perberat Beban Utang RI

jpnn.com - JAKARTA - Kondisi pengiriman barang tambang ke pasar internasional sejak awal tahun kian lesu. Namun, perusahaan tambang di tanah air tetap agresif untuk menggali utang dari luar negeri.

Hal ini dinilai sebagian pihak berdampak kekhawatiran terhadap kemampuan pembayaran utang korporasi-korporasi di sektor tersebut.
       
Merujuk data terbaru, BI mencatat laju utang luar negeri (ULN) sektor pertambangan pada April 2014 meningkat signifikan. Yakni naik 15,2 persen dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy), dari 12,1 persen per Maret 2014 (yoy).

Secara nilai, ULN sektor pertambangan dan penggalian pada April tahun ini mencapai USD 24,92 miliar, atau melesat dari USD 21,63 miliar April tahun lalu.
       
"Tambang harus waspada. Sebab utangnya tumbuh dari 12 persen ke 15 persen. Apalagi, pertambangan saat ini tengah tertekan karena masalah ekspor," ungkap Chief of Economic PT Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti, kemarin (17/6).
       
Destry memaparkan, sebetulnya pihaknya telah memprediksi adanya peningkatan dari ULN swasta di beberapa industri. Hal ini terlihat dari pesatnya investasi asing ke tanah air. Ia mencontohkan banyaknya ULN yang masuk ke sektor manufaktur alias pengolahan.

Konsolidasi data BI menunjukkan ULN industri pengolahan pada April 2014 sebesar USD 29,84 miliar, atau meningkat dari USD 26,13 miliar per April 2013. ULN pada sektor ini per April naik ke level 14,2 persen (yoy), melonjak dari pertumbuhan Maret sebesar 8,5 persen (yoy).
       
"Namun industri pengolahan seperti otomotif adalah export oriented. Apalagi, ekspor mobil pada kuartal pertama 2014 naik pesat. Yang seperti ini (utang) nggak papa. Sepanjang tujuanny ekspor, (utang) aman karena ada natural hedge (lindung nilai, Red)," jelasnya.
       
Secara keseluruhan, ULN swasta meningkat 13,4 persen pada April 2014 menjadi USD 145,63 miliar, dari USD 128,93 miliar per April 2013. Secara sektoral, pertumbuhan ULN sektor listrik, gas, dan air bersih yang selama enam bulan terakhir mengalami kontraksi, pada April 2014 kembali tumbuh 1,3 persen (yoy).
       
Sebaliknya, pertumbuhan ULN sektor keuangan tumbuh 12,7 persen (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 14,0 persen (yoy). Sektor jasa-jasa, yang secara pangsa hanya mencapai 0,7 persen dari ULN swasta, bertumbuh paling tinggi. Yakni 68,2 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 65,5 persen.
       
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menyatakan, perkembangan ULN hingga April 2014 masih cukup sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal. Meski demikian, ia menerangkan, pihaknya akan tetap memantau perkembangan ULN khususnya swasta.

"Sehingga, ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko stabilitas ekonomi," jelasnya.
       
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pendalaman pasar keuangan khususnya di pasar surat utang sebetulnya sangat diperlukan. Misalnya dalam bentuk medium term notes (MTN) maupun negotiable cetificate of deposit (NCD).

Hal ini dilakukan agar korporasi memiliki akses pendanaan di luar industri perbankan yang kini tengah mengalami pengetatan likuiditas. Sebagaimana diketahui, investor asing masih menjadi pemegang akses ke ekses likuiditas di pasar global.

"Sebenarnya (aturan) sudah ada. Tapi karena 1998 krisis, terjadi debt default. Maka dari itu, instrumen tersebut harus pruden. Misalnya didukung dengan credit rating yang kredibel," tegasnya. (gal/agm)

Kelompok Peminjam Utang Luar Negeri (dalam USD miliar)

JAKARTA - Kondisi pengiriman barang tambang ke pasar internasional sejak awal tahun kian lesu. Namun, perusahaan tambang di tanah air tetap agresif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News