Peran Perempuan di Politik Baru Sebatas Demokrasi Prosedural

Untuk mengurai masalah peran perempuan, Anggota Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin menyarankan perlunya affirmative action untuk perempuan adalah pengarusutamaan gender.
“Kesadaran perempuan tentang kebangsaan sudah ada sejak 1920-an, bahkan sejak era kerajaan sudah ada ratu-ratu yang berkuasa,” kata Mariana.
Affirmative action adalah salah satu bentuk revolusi yang lahir dari era reformasi, terang Mariana.
Lebih lanjut Mariana menyoroti menguatnya fundamentalisme agama yang mengancam isu-isu perempuan.
“Isu-isu progresif mudah dibalikkan, apalagi dikendarai oleh pihak-pihak tertentu serta mudah mengambil hati masyarakat,” kata Mariana.
Secara umum, Mariana menganggap persoalan gender harus dikaitkan dengan persoalan keadilan, dan pengakuan terhadap beragamnya identitas perempuan yang memungkinkan adanya kompetisi antarindividu.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia, Raja Juli Antoni, sebagai partai milik anak muda, kebijakan PSI juga mendorong partisipasi politik perempuan.
Di antaranya dengan menempatkan perempuan pada posisi-posisi penting partai.
“Di DPP ada 9 orang pengurus, hanya 3 yang laki-laki, dan di seluruh tingkatan struktur keterwakilan perempuan di atas 40 persen,” lanjut Toni.
JPNN.com JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Angraini mengatakan, perjuangan perempuan untuk mendapatkan
- Sidang Kabinet Seharusnya Bahas Persoalan Bangsa, Bukan Ijazah Palsu
- Nilam Sari Harapkan Sisdiknas Baru Atasi Kesenjangan Pendidikan di Daerah 3T
- Pengamat: Masyarakat Tak Rela Prabowo Terkontaminasi Jokowi
- Kepala BGN Curhat kepada DPR: Seluruh Struktural Kami Belum Menerima Gaji
- Wasekjen Hanura Kritik Pertemuan Erick Thohir dengan KPK dan Kejagung Soal UU BUMN
- Kelompok DPD RI di MPR Dorong Agenda Perubahan UUD 1945 pada 2026