Perangko Lelap

Oleh: Dahlan Iskan

Perangko Lelap
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Mungkin ini rute tradisional sejak kabilah-kabilah zaman onta.

Baca Juga:

Tentu saya sering melihat Google Map: sudah sampai di mana. Saya tahan mata ini untuk tidak tidur. Sebentar lagi saya akan menjadi sedikit orang Indonesia yang pernah melihat Wildlife Sanctuary. Namanya: Umm Al Ramth Wildlife Sanctuary.

Saya cari Wikipedia: sedikit sekali informasi tentang cagar alam di tengah padang pasir ini. Itulah cagar untuk melindungi binatang pengungsi. Khususnya burung yang menghindari wilayah dingin.

Padahal, di peta, cagar itu luas sekali. Baik yang kiri maupun yang kanan jalan. Saya perkirakan setidaknya satu jam penuh bus akan melewati di tengahnya.

Sudah enam jam perjalanan bus dari Riyadh. Mungkin hanya empat jam kalau pakai mobil BYD. Bus berbelok ke restoran. Di pinggir jalan.

Saya tidak ingin makan. Saya sudah bawa roti lebar di tas kresek. Tidak pula ingin ke toilet. Barusan ke toilet di dalam bus –di sebelah tangga turun nan curam di bagian tengah bus.

Penumpang di depan saya kembali naik bus. Ajak saya turun. Juga mengajak satu penumpang lagi. Untuk sama-sama masuk resto setengah lungset itu.

Saya lihat gambar-gambar besar yang dipajang: serbamakanan Arab. Atraktif.

Untuk kembali ke Makkah saya siap mental dapat kursi pojok paling belakang tanpa jendela. Toh, saya masih membawa jendela 7-i ke mana-mana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News