Perempuan Selandia Baru Kompak Berhijab Pasca Teror Christchurch

Perempuan Selandia Baru Kompak Berhijab Pasca Teror Christchurch
Perempuan Selandia Baru Kompak Berhijab Pasca Teror Christchurch

Beberapa negara telah mencoba untuk membatasi item-item tersebut, khususnya niqab, sementara yang lain meminta perempuan untuk memakainya.

Meski kampanye Selandia Baru mendapat dukungan dan apresiasi dari Dewan Perempuan Islam Selandia Baru dan Asosiasi Muslim Selandia Baru, kampanye ini medapat penolakan di Selandia Baru dan sekitarnya.

Dalam sebuah opini yang tak bernama di situs Stuff.co.nz, seorang perempuan Muslim menyebut gerakan itu "sangat mencari perhatian".

"Serangan di Christchurch itu bukan hanya tentang Muslim, itu juga menyerang orang kulit berwarna di negara 'putih' sehingga fokus pada jilbab mengganggu narasi supremasi kulit putih, rasisme sistematis, orientalisme dan kefanatikan," katanya.

Mehrbano Malik, seorang perempuan 22 tahun dari Pakistan juga menulis untuk Stuff.co.nz, mengatakan meski ia "sangat tersentuh oleh sentiment itu", gerakan #headscarfforharmony (jilbab untuk harmoni) mencerminkan "ideologi Orientalis".

"Ada banyak, banyak perempuan Muslim yang tidak berjilbab," tulisnya.

"Jilbab bukan bagian yang inheren dari Islam. Tidak disebutkan di mana pun dalam Al-Quran."

Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Kebudayaan, Karima Bennoune, mengunggah postingan di Twitter untuk menantang gerakan itu, menunjuk ke kasus Nasrin Sotoudeh, yang dihukum dan menghadapi hukuman penjara karena membela perempuan yang ikut serta dalam protes viral yang menentang aturan wajib berjilbab di Iran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News