Perhutanan Sosial, Aksi Nyata Hadapi Perubahan Iklim

Perhutanan Sosial, Aksi Nyata Hadapi Perubahan Iklim
Menteri LHK Siti Nurbaya saat hadir sebagai pembicara di SDG2, COP 23 UNFCCC di Bonn, Jerman. Foto: KLKH for JPNN.com

jpnn.com, BONN - Perhutanan Sosial merupakan salah satu terobosan Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan ketahanan pangan. Melalui program ini, masyarakat sekitar hutan yang miskin dan rawan pangan, mempunyai peluang untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pemanfaatan sumber daya hutan yang lestari.

Demikian gambaran umum yang disampaikan Menteri LHK, Siti Nurbaya, saat menghadiri High Level Roundtables for Climate Actions for Zero Hunger (SDG2) COP 23 UNFCCC di Bonn, Jerman, Selasa (14/11) waktu setempat.

Secara total, Pemerintah Indonesia memberikan pengelolaan dan hak akses kepada masyarakat lokal. Sekitar 12,7 juta hektare lahan hutan dalam berbagai kategori, seperti lahan hutan yang terdegradasi sampai yang dihuni oleh penduduk asli setempat. Semua menggunakan hutan sebagai penghidupan mereka.

''Inti Perhutanan Sosial adalah memberikan akses bagi orang untuk bekerja secara legal di lahan hutan negara. Namun tidak untuk kepemilikan tanah,” kata Menteri Siti.

Dia menuturkan, meningkatnya kebutuhan pangan di Indonesia dan tekanan terhadap sumber daya hutan, merupakan tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk menyusun strategi pembangunan dalam mengelola sumber daya hutan dan lahan secara berkelanjutan. Sekaligus mencapai tujuan pembangunan negara.

Selain itu, Siti juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki program reforma agraria seluas 9 juta hektare, terdiri dari 3,9 juta hektare sertifikasi lahan masyarakat, 0,6 juta hektare sertifikasi lahan transmigrasi, dan 4,5 juta hektare sebagai redistribusi lahan, lokasi transmigrasi, serta lahan hutan yang terdegradasi.

Program Kehutanan Sosial memberikan akses yang lebih besar terhadap sumber daya hutan oleh masyarakat setempat. Melalui program ini, masyarakat memperoleh manfaat langsung berupa hasil hutan, dan manfaat tidak langsung sebagai sistem mata pencaharian (agroforestry, agro-sylvopasture, dan agro-silvo-fishery).

“Dalam implementasinya, Kementerian LHK bekerja sama Kementerian Pertanian, kemitraan perusahaan atau unit koperasi, dengan model PAJALE (padi sawah, jagung dan kedelai serta perkebunan tebu dan peternakan), dan lokus kegiatan berada di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH),'' lanjut Siti Nurbaya.

Inti Perhutanan Sosial adalah memberikan akses bagi orang untuk bekerja secara legal di lahan hutan negara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News