Perkawinan Anak untuk Membayar Utang Ortunya
Namun, apa yang diharapkan ternyata berbalik 180 derajat. EW justru merasa lebih tertekan. Bayangkan, dia kerap diperlakukan tidak baik oleh suami.
Bahkan dalam satu hari dia hanya dikasih uang Rp25 ribu oleh suami. Sementara setiap hari EW harus mengasuh anak dan bekerja layaknya baby sitter.
“Saat itu saya benar-benar minder dan malu kalau ketemu sama teman-teman,” ungkapnya.
Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indramayu, Yuyun Khoerunnisa mengaku prihatin dengan masih tingginya perkawinan anak.
Dia juga menjelaskan bahwa penyebab perkawinan anak sebagian besar karena faktor ekonomi.
“Memang sebagian besar karena faktor ekonomi. Yang lebih miris, ada orang tua yang terpaksa mengawinkan anaknya yang masih kecil hanya karena untuk membayar utang,” ujarnya.
Yuyun juga menjelaskan bahwa saat ini, KPI Indramayu tengah membentuk Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi Penghantian Perkawinan Anak (PIPA PPA).
“Yang pasti, KPI bersama para jejaring sepakat untuk menolak perkawinan anak. Kemi mendorong agar ada payung hukum seperti peraturan daerah (perda) untuk menghentikan perkawinan anak,” tegasnya. (*)
Kisah perkawinan anak yang dialami EW, yang berasal dari keluarga nelayan kecil yang hidup pas-pasan. Calon suaminya adalah seorang duda beranak satu.
Redaktur & Reporter : Soetomo
- Ikhtiar Petani Indramayu Dukung Upaya Pemerintah Stabilkan Pasokan & Harga Bawang Merah
- Tekan Angka Perkawinan Anak, Waka MPR Lestari Moerdijat Mengajak Semua Pihak Terlibat
- Beri Bantuan Pompa, Kementan Optimistis 30 Hektare Sawah di Indramayu Optimal
- Pemuda Indramayu Ini Berharap AMIN Bisa Mengurangi Angka Pengangguran yang Tinggi
- Rasional Khalwat
- Dipalak Bajak Laut, Nelayan Indramayu Curhat kepada Ganjar Pranowo