Perkuat Arsitektur Nusantara, Gunakan Identitas Lokal

Perkuat Arsitektur Nusantara, Gunakan Identitas Lokal
Rumah-rumah ada di Nusantara diyakini memiliki daya tarik memikat wisatawan asing, seperti rumah adat Batak ini. Foto: indonesia.travel

Kesan yang dibangun adalah: Tiongkok yang arsitektural rumahnya masih mempertahankan adat dan setia dengan kebudayaan yang sudah berturun-turun dipercaya leluhurnya. Konsep inilah yang dia sebut sebagai local wisdom, kearifan local. Menggunakan sentuhan tradisi Tiongkok yang ujungnya melengkung naik, estetika oriental. 

“Pengembangan 10 Top Destinasi dan semua destinasi kita juga harus begitu! Mengikuti arsitektur Nusantara, yang masing-masing daerah sudah punya ciri khasnya,” ujar Arief Yahya. 

Kebetulan, Kemenpar akan berkolaborasi dengan Kemen-PUPR dan Kemen BUMN, yang membawahi BTN –Bank Tabungan Negara—untuk membangun homestay dan toilet bersih di destinasi. Sejumlah 10 persen dari total 1 juta rumah, program Kemen PUPR itu akan diproyeksikan ke Kemenpar untuk membangun homestay dan toilet bersih. “Kami sudah sepakat, arsitekturnya harus memperkuat posisi destinasi itu dalam budaya arsitektural,” kata dia.

Kerjasama dengan tiga pihak itu –termasuk BTN-- akan diformalkan di Rakor Kemenpar, yang akan digulirkan JCC –Jakarta Convention Hall—Senayan. Salah satu syarat homestay di objek wisata nanti juga dengan desain arsitektur yang local wisdom.

Dia mencontohkan kawasan Borobudur, begitu masuk dari jalan Jogja-Magelang, menuju Mungkid, seharusnya sudah ada ornamen yang memperkuat dengan permainan batu dan candi-candi. “Dengan begitu, Borobudur tidak seperti alien, semacam makhluk angkasa luar yang tiba-tiba datang sendiri turun dari langit! Tapi sudah disuasanakan, seperti kami keluar Huangshan menuju Hongsun Village, sudah disuasanakan ornamen atasnya sama dengan yang di perkampungan tua itu,” jelas Arief Yahya.

Indonesia punya ratusan gaya arsitektur rumah adat, dari Batak, Palembang, Padang (Minang Kabau) Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Pendapa Joglo Jawa, Betawi, Saung di Jabar, Madura, Jawa Timuran, Bali, NTB, NTB, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua. Semua itu memiliki daya pikat yang sangat kuat, sebagai produk budaya yang sudah ratusan tahun turun-temurun di sana. Sudah teruji paling tahan dengan cuaca ekstrem sekalipun.

Contoh yang bagus sebenarnya di Pantura –Pantau Utara Jawa--, dari Demak, Kudus, Pati, Rembang, Jepara dan ke selatan sampai Grobogan. Atap rumahnya sudah ada seperti wajang kulit, yang dinamakan genting Kudusan. Ada genting kelir di center, lalu genting pengapit kiri dan kakan, ujung-ujungnya genting bulusan, dan di paling sudut bawah dinamakan genting cungkrik. Jika berjalan di sepanjang Pantura itu, rumah-rumah penduduk yang masih setia menggunakan kayu-kayu itu.  

Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan ke Menteri PUPR Basuki dan Menpar Arief Yahya agar kota seperti Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Harus ada “gonjong”-nya, yang bentuknya seperti tanduk kerbau dengan ujung yang runcing. Bukit Tinggi bisa kehilangan karakter khasnya, jika tidak mengakses hal-hal seperti ini. “China juga membuktikan, bahwa mereka juga concern di budaya arsitektur. Termasuk aktivitas yang ada di dalam area kampong wisata itu," tuturnya.(dkk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News