Perkumpulan Penulis Indonesia Mengumpulkan 100 Buku dari Zaman Kolonial

Perkumpulan Penulis Indonesia Mengumpulkan 100 Buku dari Zaman Kolonial
Para penulis mengumpulkan 100 buku kolonial. Foto: dok Satupena

jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan Penulis Indonesia, Satupena, mengumpulkan 100 buku pilihan sejak zaman kolonial.

Pengumpulan buku ini terinspirasi dari kerja Library of Congres di Amerika Serikat yang menerbitkan kembali 88 buku yang membentuk Amerika Serikat.

Ada enam buku dari serial 100 buku pilihan yang diluncurkan di Jakarta, Kamis (16/12) lalu. Di antaranya Habis Gelap Terbitlah Terang karya RA Kartini, Salah Asuhan (Abdul Muis), Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana), Siti Nurbaya (Marah Rusli), Azab dan Sengsara (Merari Siregar) dan Atheis (Achdiyat K Mihardja).

Ketua Umum Satupena Denny JA mengatakan pengumpulan buku ini untuk memperingati Sumpah Pemuda 28 Oktober lalu.

Selain itu juga terinspirasi oleh daftar 100 Western Canon Books yakni daftar 100 buku yang mewarnai sejarah dunia Barat.

”Makanya kami merasa Indonesia perlu memiliki versinya sendiri atas buku yang mewarnai sejak era kolonial,” katanya.

Denny mengatakan peluncuran enam serial buku ini sebagai bentuk keprihatinan karena saat ini minat baca di Indonesia sangat menurun.

”Umberto Eco, seorang penulis buku dari Italia dengan novelnya yang terkemuka, In The Name of The Rose, mengatakan buku yang bagus adalah buku yang dibaca. Sebagus apapun sebuah buku jika tidak dibaca, bagusnya tidak diketahui,” katanya.

Perkumpulan Penulis Indonesia prihatin karena saat ini minat baca di Indonesia sangat menurun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News