Permudah Penyerapan Sawit Petani, Pemerintah Ingin Bangun Pabrik Berbasis Koperasi

Permudah Penyerapan Sawit Petani, Pemerintah Ingin Bangun Pabrik Berbasis Koperasi
Presiden Jokowi memimpin Rapat Terbatas terkait Pengelolaan Produk Turunan Kelapa Sawit di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (18/7). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Adapun untuk investasinya bisa diintegrasikan dengan working capital, dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dengan bunga 5 persen, untuk mesinnya bisa dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan untuk pengembangan sawit di on-farm bisa dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himbara.

"Jadi, dalam model kami si koperasi membeli tunai sawitnya, TBS-nya dari petani sehingga si petani itu tidak lagi dipusingkan harus menjual sawitnya ke mana. Lalu koperasi mengolahnya menjadi CPO dan menjadi RPO dan kemudian mereka pasarkan. Kalau ini terintegrasi dengan program (pengurangan) stunting, juga misalnya PTPN menjadi offtaker, ya, selain juga petani bisa menjual sendiri," lanjutnya.

Untuk mencapai target produksi 10 ton per hari, Teten menjelaskan sawit yang dibutuhkan sekitar 50 ton per hari atau seribu hektare. Untuk itu, pemerintah menargetkan setiap seribu hektare lahan sawit, ada satu pabrik CPO dan RPO mini ini.

"Sekarang sudah ada sebenarnya beberapa koperasi petani sawit yang luasan lahannya di atas seribu hektare. Ini sudah siap, baik yang di Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan. Tetapi Pak Presiden sekali lagi minta piloting dulu. Ini juga kami nanti akan kerja samakan juga dengan PTPN," ucapnya.

Di akhir keterangannya, Teten menegaskan kebijakan ini merupakan upaya yang dilakukan pemerintah sebagai solusi atas dua hal, yakni stabilitas harga TBS petani dan suplai minyak goreng. Teten berharap dengan adanya pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi, kesejahteraan petani sawit bisa membaik.

"Ya, ini optimalisasi jadi hilirasi sawit rakyat yang selama ini mereka jual sawitnya ke industri. Mereka selalu ada problem dengan harga TBS yang tidak stabil, atau mereka terlambat diserap itu susut 20 persen kan semalam, sehingga petani dirugikan. Kalau sekarang petani mengolahnya sendiri dengan punya pabrik pengolahan CPO dan RPO-nya, saya kira nilai tukar petani akan baik, kesejahteraan petani akan lebih baik," tandasnya. (tan/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Pabrik ini diklaim bisa menjadi solusi bagi distribusi dan suplai minyak makan kepada masyarakat.


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News