Pernyataan Keras Yusril soal Perdebatan Presidential Threshold

Pernyataan Keras Yusril soal Perdebatan Presidential Threshold
Yusril Ihza Mahendra. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, seandainya Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengeluarkan fatwa atau pendapat hukum, presiden dan DPR bisa memintanya untuk menyelesaikan kontroversi pembahasan RUU Pemilu.

Fatwa itu untuk menjawab apakah dengan putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang memutuskan Pemilu DPR, DPD, DPRD dan pilpres dilakukan serentak 2019 ini, keberadaan presidential threshold (PT) yang sedang diperdebatkan masih tetap konstitusional atau inkonstitusional.

Jawaban atas pertanyaan ini sangat penting karena berkaitan dengan konstitusionalitas pemilu 2019 yang akan menentukan perjalanan bangsa dan negara lima tahun berikutnya.

Sebab, apabila pilpres konstitusional maka selamatlah negara ini. Walau rasa tidak puas tentu akan tetap ada.

Namun jika pilpres itu inkonstitusional, maka hancur leburlah negara ini sebab pemimpin negaranya tidak mempunyai legitimasi untuk menjalankan roda pemerintahan.

Kalau presidennya inkonstitusional, kata Yusril, maka setiap orang berhak untuk membangkang kepada pemerintah.

"Sama halnya dengan orang yang tidak memenuhi syarat menjadi imam salat namun memaksakan diri menjadi imam, maka makmum yang ada di belakang tidak punya kewajiban apa pun untuk mengikuti iman tersebut. Maka makmum boleh salat sendiri-sendiri tanpa mengikuti imam yang tidak memenuhi syarat itu," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya.

Namun sayang, lanjut Yusril, MK berbeda dengan Mahkamah Agung (MA). MK tidak berwenang mengeluarkan fatwa. Karenanya, pencarian penyelesaian kontroversi PT itu bukan dengan cara meminta fatwa MK namun harus dengan ijtihad menggunakan filsafat hukum, teori hukum dan logika hukum.

Kalau ketiga jalan ini ditempuh, kata dia, maka kesimpulan akan sama yakni kalau pileg dan pilpres dilaksanakan serentak pada hari yang sama maka membicarakan Presidential threshold menjadi sama sekali tidak relevan. "Kalau dipaksakan, maka presidential threshold itu menjadi inkonstitusional," ujarnya.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, seandainya Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengeluarkan fatwa atau pendapat hukum, presiden

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News