Perubahan Iklim Berdampak Pada Petani Muda Indonesia, Terutama Gagal Panen yang Besar

Petani seperti Marlan di Nias menyadari pemerintah telah berupaya menangani dampak perubahan iklim tapi mempertanyakan kebijakan yang justru meningkatkan risikonya.
Misalnya program food estate di mana pemerintah berencana membuka persawahan skala besar untuk mengamankan pasokan pangan.
"Tapi apakah itu menyelesaikan perubahan iklim? Tidak. Malah membuat potensi perubahan iklim semakin tinggi," kata Marlan.
"(Saya harap) pemerintah tidak mendorong lagi kebijakan industrial berlebihan, karena bagaimana pun salah satu penyebab polusi udara adalah ekonomi berbasis industri," katanya.
Dia mengatakan pemerintah dapat membantu petani muda dengan memberi mereka pendidikan dan mendorong agroekologi, yaitu pertanian berkelanjutan, dan mendukung pertanian keluarga.
ABC telah menghubungi pihak Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Indonesia untuk memberikan komentar.
Dalam konteks lingkungan hidup, Pemerintah Australia memiliki beberapa program bantuan untuk negara-negara Asia Tenggara dalam memenuhi target emisi karbonnya, termasuk Indonesia.
Australia ingin membantu Indonesia mencapai komitmennya mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 41 persen dengan dukungan dunia internasional, terutama setelah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi enam tahun lalu, yang menyebabkan kerugian ekonomi serta menyumbang lebih dari 1 miliar ton karbon dioksida.
Marlan, 27 tahun, adalah petani muda di Nias yang mengatakan kemarau yang panjang telah merugikan hasil panennya
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Wamentan Sudaryono Kunjungi Pusat Pertanian di Belanda, Ini Tujuannya
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Ibas Ajak ASEAN Bersatu untuk Menghadapi Tantangan Besar Masa Depan Dunia