Petani Milenial Ini Layak Jadi Contoh, Terapkan Pupuk Organik untuk Pertanian Modern
"Jadi. kami di Petani Muda Keren sejak awal menggunakan pupuk organik, tidak sama sekali menggunakan pupuk kimia, apalagi dengan pupuk subsidi kualitas pertanian kami semakin baik," kata Agung Wedhatama.
Selain itu, dengan menggunakan pupuk organik produktivitas semakin naik dan biaya (cost) produksi akan makin turun. Tanah semakin subur, harga semakin baik.
"Mikroorganisme hayati makin banyak sehingga hasil pertanian makin meningkat," sambungnya.
Oleh karena itu, kata Agung, pihaknya menyarankan agar para petani mulai melakukan kemandirian dengan membuat pupuk sendiri, yaitu pupuk organik.
"Pupuk organik merupakan keniscayaan, merupakan hal yang wajib yang dilakukan oleh petani jika petani ingin mendapatkan hasil yang maksimal," katanya.
Pemerintah pun berikan dukungan terhadap upaya kemandirian petani sehingga terbiasa membuat pupuknya sendiri, seperti program Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO), kunjungan kebun, kunjungan pupuk, edukasi petani atau workshop-workshop mengenai pupuk organik.
Agung menilai bantuan itu bisa mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia, sekaligus pupuk subsidi.
"Sehingga petani bisa mandiri, bisa mengolah pupuk dari bahan organik yang diperoleh olahannya sendiri, tentu saja stimulus ketergantungan itu diperlukan, agar terjadi win-win solution para petani," pungkas Agung.(mcr10/jpnn)
Komunitas yang menamai diri mereka Petani Muda Keren di Provinsi Bali, menginisiasi gerakan agar petani mampu membuat pupuknya sendiri.
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul
- Stok Bulog Selama 4 Bulan Capai 3,5 Juta Ton, Terbesar Sejak Indonesia Merdeka
- Gegara Rekor Inflasi Rendah, Pemerintah Klaim Swasembasa Pangan Bakal Sukses
- Wamentan Sudaryono Kunjungi Pusat Pertanian di Belanda, Ini Tujuannya
- Promosikan Hasil Riset GRS BPDP, AII: Bisa Dihilirisasi Petani dan UMKM
- Kolaborasi BULOG-Pupuk Indonesia Saat Panen Raya, Petani Langsung Beli Pupuk Sesuai HET
- Asuransi Jasindo Beri Perlindungan Kepada 4,5 Juta Petani & Salurkan Klaim Rp386 Miliar