Pilkada 2024 Diwarnai Dinasti Politik yang Meningkat dengan Partisipasi Warga yang Rendah
Sama seperti pada pemilu legislatif bulan Februari lalu, dinasti politik masih mewarnai pemilihan kepala daerah (pilkada). Bahkan tahun ini jumlah calonnya lebih banyak dibandingkan dengan pilkada sebelumnya.
Indonesia baru saja menyelesaikan pilkada, yang pertama kalinya dilakukan secara serentak di 545 daerah pemilihan untuk memilih gubernur, walikota, dan bupati, beserta para wakilnya.
Salah satu yang menjadi sorotan dalam pilkada tahun ini adalah dinasti politik, yang menurut pengamat politik dinasti Yoes Kenawas, memang sudah terjadi di daerah sebelum Joko Widodo membentuk dinasti politiknya.
"Dalam pilkada tahun ini, jumlah kadidat yang terafiliasi dinasti politik berjumlah 605 kandidat," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.
"[Ada] kenaikan dua kali lipat dibandingkan pilkada 2017, 2018, 2020 digabungkan," tambahnya.
"Kandidat terafiliasi dinasti ini ada di 65 persen dari 545 daerah yang melaksanakan pilkada tahun ini," jelas Yoes.
Ada sejumlah alasan mengapa politik dinasti naik secara "drastis dan menyebar", seperti yang terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh PolGov Fisipol UGM, serta Institute for Advanced Research (IFAR) Unika Atma Jaya.
Diantaranya ada banyak kepala daerah yang sudah menjabat dua periode, pemilih yang "cenderung toleran" terhadap politik dinasti, pencalonan di tingkat partai yang "tidak transparan", serta biaya politik yang "mahal".
Sama seperti pada pemilu legislatif bulan Februari lalu, dinasti politik masih mewarnai pemilihan kepala daerah (pilkada)
- Tolak Polri di Bawah Kementerian, Eks Ketum IMM Ingatkan PDIP soal Sejarah Reformasi
- Partisipasi Pemilih di Banda Aceh Rendah, tetapi Meningkat
- Pilkada Sigi, Penghitungan Suara di Kecamatan Rampung Lebih Cepat
- KIP Banda Aceh Tetapkan Nomor Urut 1 Raih Suara Terbanyak
- Ketua BePro Jateng: Selamat Kepada Ahmad Luthfi-Taj Yasin Sebagai Pemenang Pilgub Jateng 2024
- PDIP Pecat Effendi Simbolon