Pilkada Susulan Bisa 2017, Salah Siapa?

Pilkada Susulan Bisa 2017, Salah Siapa?
Foto ilustrasi.dok.JPNN

Dengan demikian, jika KPU atau pasangan calon yang bersengketa mengajukan kasasi, maka sulit berharap pilkada Simalungun, Manado, dan Siantar bisa digelar Desember 2015. Sementara, sesuai ketentuan, tidak ada pilkada di tahun 2016.

Girindra Sandino mengatakan, jika pilkada tiga daerah itu, termasuk dua daerah yang lain yang juga ditunda, dilakukan pemungutan suaranya pada 2016, maka akan muncul masalah hukum baru. Begitu pun jika digelar pada 2017.

Alasannya, jika digelar 2016 atau 2017, akan menabrak ketentuan pasal 201 ayat 1 UU pilkada. “Pasal 201 ayat (1) UU Pilkada, ditegaskan di situ bahwa pemunguatan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati/wali kota yangmasa jabatannya berakhir tahun 015 dan Januari sampai dengan bulan Juni 2016, dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Desember 2015. Jadi, kalau digelar 2016, bisa dipersoalkan secara hukum,” beber Girindra.

Bagaimana jika tetap digelar 2016 tapi disebut “pilkada susulan”? Girindra menjelaskan, di UU Pillkada disebutkan bahwa syarat pemilu susulan adalah jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan dan/atau gangguan lainnya. Nah, Girindra bertanya, apakah adanya proses hukum itu termasuk dalam frase "gangguan lainnya"?

Menurutnya, jika KPU menafsirkan demikian, tetap saja bisa diperdebatkan secara hukum. Tapi menurut Girindra, proses hukum itu muncul juga disebabkan karena ketidakprofesionalan KPU dalam menjalankan tugas. Tepatnya, karena KPU tidak cermat dalam menjalankan tahapan pencalonan.

Dalam kasus pilkada Kalteng, lanjutnya, KPU tidak sejak awal mengklirkan masalah dualisme kepengurusan di PPP. Dalam kasus Kota Manado, KPU tidak memberikan definisi yang jelas terkait status bebas bersyarat. Dalam kasus Simalungun, KPU setempat tidak cermat melakukan verifikasi status hukum Amran Sinaga, dimana putusan kasasi MA sebenarnya sudah keluar September 2014, jauh hari sebelum tahapan pencalonan.

Sikap KPU di lima daerah yang pilkadanya tertunda itu, sesungguhnya sangat merugikan pasangan calon. “Mereka sudah kampanye, sudah keluar uang banyak, tapi hak politiknya dihilangkan oleh KPU,” ujar Girindra.

Tidak hanya itu, dampaknya bisa lebih luas lagi, dimana pemilih berpotensi menjadi malas menggunakan hak suaranya di “pilkada susulan” itu. Belum lagi soal tambahan anggaran karena harus mencetak surat suara lagi, surat undangan menyobolos (C6), dan sebagainya. (sam/jpnn)


JAKARTA – Setelah mengalami penundaan, pelaksanaan pemungutan suara pilkada Kota Pematangsiantar, Kabupaten Simalungun, dan Kota Manado berpeluang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News