Pinjol: Euforia Presiden dan Derita Rakyat

Oleh: Lukman Hakim, Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)

Pinjol: Euforia Presiden dan Derita Rakyat
Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Lukman Hakim. Foto: Dokumentasi pribadi

Dalam perspektif ekonomi liberal kapitalistik dana sebesar itu dianggap dapat berkontribusi positif pada perekonomian terutama dari aspek konsumsi.

Berdasarkan kajian Labor Institute tahun 2019-2020, 89 persen pinjaman online digunakan untuk kegiatan konsumsi. Hanya sedikit yang digunakan untuk modal usaha produktif.

Di balik besarnya uang yang beredar, nyatanya keberadaan pinjol telah menyebabkan masalah sosial yang serius. Bahkan sudah memakan korban jiwa setelah ada yang bunuh diri.

Belum lagi data pribadi nasabah bocor dan rentan disalahgunakan, hubungan keluarga dan pertemanan hancur, kehilangan pekerjaan dan seterusnya.

Presiden akhirnya menyadari setelah publik dan tokoh publik ramai membicarakan. Serangkaian rapat akhirnya digelar dan diikuti dengan kebijakan moratorium pinjol, penggerebekan kantor pinjol dan menghapus aplikasinya. Namun, itu tidak cukup.

Selain masalah sosial, pinjaman online juga bersifat menjerat dan eksploitasi serta tidak transparan dari segi asal permodalan dan penyelenggaraannya. Bukan tidak mungkin penyelenggaraan pinjol menjadi ajang tindak pidana pencucian uang.

Momentum Perbaikan

Sebagai solusi cepat atas masalah pinjol tak cukup hanya melakukan moratorium, meningkatkan literasi keuangan digital dan penindakan hukum atas pinjol ilegal atau yang bermasalah.

Drama penderitaan rakyat akibat pinjol sudah ada sejak 5 tahun yang lalu tak lama setelah menjamurnya pinjol menyusul terbitnya Peraturan OJK Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News