PNS Membengkak Dampak Kepentingan Politik

PNS Membengkak Dampak Kepentingan Politik
PNS Membengkak Dampak Kepentingan Politik
Menurut dia, langkah moratorium penerimaan PNS yang diwacakan pemerintah saat ini berpotensi memicu masalah. Karena tidak diikuti dengan penataan regulasi, penataan formasi kebutuhan antar instansi atau antar daerah berdasarkan prinsip efisiensi dan efektifitas struktur yang kaya fungsi. "Saya khawatir wacana moratorium ini hanya akan melahirkan persoalan baru yang meresahkan kalangan birokrasi dan mengganggu pelayanan publik," kata Arif.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura RI Akbar Faizal menilai, meski terlambat, pilihan untuk melakukan moratorium PNS adalah pilihan tepat. PNS saat ini seakan menjadi industri bagi kepala daerah. Maksud pernyataannya, tidak jarang muncul pungutan-pungutan liar saat rekrutmen PNS berlangsung. "Jangan lagi PNS ini menjadi alat kepala daerah," kata Akbar.

Akbar menyatakan, dengan APBN sebesar 1.240 triliun, hampir 70 persen beban anggaran digunakan untuk belanja pegawai. Namun, apakah sisanya untuk pengembangan infrastruktur? Ternyata tidak, ada sejumlah APBN yang pengunaannya masih lepas dari kontrol DPR. "70 persen untuk belanja rutin, lantas berapa untuk rakyat langsung," sorotnya.

Jumlah PNS, kata Akbar, sudah terlalu banyak. Beberapa daerah juga sudah terbebani APBD nya karena belanja pegawainya melebihi belanja modal. Akbar menilai perekrutan besar-besaran ini disebabkan pemda selalu merasa kekurangan jumlah SDM. "Karena pengangkatannya tidak berdasar kompetensi pegawai," nilainya.

JAKARTA --Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo mengatakan, sejak 2005 tidak ada hasil signifikan untuk menekan laju pertumbuhan jumlah pegawai. Dalam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News