Pram dan PRD

Pram dan PRD
Pramoedya Ananta Toer menerima PRD Award dari Budiman Sudjatmiko, 22 Juli 1996. Foto: Dok PRD untuk JPNN

Dua puluh enam tahun umurnya ketika itu.

"Hari ini," kata dia, "pada 22 Juli 1996, kami para pengurus PRD mengumumkan pendirian partai kami kepada rakyat dan penguasa secara terbuka dan terang-terangan."

Tidak seperti kebanyakan kawan-kawannya yang berambut gondrong, tampilan Budiman boleh dibilang klimis. Berkacamata. Kurus.

"Kami sadar pendirian partai baru ini tidak mungkin mendapat pengakuan atau legalitas dari penguasa. Dan terus terang kami memang tidak membutuhkan suatu legitimasi dari penguasa, legitimasi PRD adalah pengakuan dari rakyat."

Menurut dia, selama Dwi Fungsi ABRI dan paket 5 undang-undang politik 1985 yang membatasi partisipasi rakyat untuk mengontrol pemerintahan masih berlaku, selama itu pula rakyat tidak mungkin dilegalkan untuk mendirikan partai baru.

Tanpa ragu-ragu, anak Universitas Gadjah Mada (UGM) itu melesatkan anak panahnya langsung ke jantung orde baru.

"Selama 30 tahun, 8 bulan, dan 22 hari kekuasaan orde baru dibawah pimpinan Jenderal Suharto, terjadi kemunduran-kemunduran yang fatal dalam sistem politik dan budaya politik."

Pidato itu cukup panjang. Di ujung pidatonya Budiman berseru, "partai baru, presiden baru…!"

Setelah itu giliran Petrus Hariyanto, Sekjen PRD. Aktivis mahasiswa dari Universitas Diponegoro, Semarang ini membacakan Manifesto Politik PRD.

"PRD berhak mandiri sebagai partai politik. Dan saya bersedia menjadi anggota, kalau diterima," kata sastrawan Pramoedya Ananta Toer, saat rapat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News