Presiden Macron Akui Peran Prancis dalam Genosida Rwanda

Presiden Macron Akui Peran Prancis dalam Genosida Rwanda
Presiden Prancis Emmanuel Macron. Foto: AFP

Kunjungan itu menyusul rilis laporan panel penyelidikan Prancis pada Maret yang menyatakan sikap kolonial telah membutakan para pejabat Prancis dan pemerintah memikul tanggung jawab "serius dan luar biasa" karena tidak memperkirakan pembantaian itu.

Kagame memuji laporan itu "luar biasa, independen" dan mengatakan itu telah membuka pintu untuk normalisasi hubungan.

Laporan tersebut membebaskan Prancis dari keterlibatan langsung dalam pembunuhan lebih dari 800.000 warga Tutsi dan Hutu moderat - sebuah tuduhan yang disampaikan Kagame dan dengan hati-hati disinggung Macron dalam pidatonya di peringatan genosida.

"Para pembunuh yang mengintai di rawa-rawa, perbukitan, gereja, tidak memiliki wajah Prancis. Prancis bukanlah kaki tangan mereka," kata Macron.

Selama kunjungan pertama pemimpin Prancis ke Rwanda sejak 2010, Macron juga berjanji untuk menunjuk duta besar baru, utusan Prancis terakreditasi pertama sejak 2015. Sebelumnya, Prancis menolak menunjuk duta besar baru setelah Kagame menuduhnya terlibat dalam genosida.

Menteri Keuangan Rwanda Uzziel Ndagijimana juga mengatakan bahwa dia menandatangani pinjaman 60 juta euro dengan Prancis untuk membiayai akses ke vaksin dan perlindungan sosial.

Kagame, seorang Tutsi, telah menjadi kekuatan utama dalam politik Rwanda sejak pasukan pemberontaknya mengakhiri pembunuhan oleh regu maut yang setia kepada pemerintah pimpinan Hutu.

Macron, yang mencoba menjauhkan Prancis dari masa kolonialnya, setuju untuk membuka arsip Rwanda mantan presiden Francois Mitterrand, yang menjabat selama genosida.

Dia mengatakan Macron sedang menghadapi rasisme dan menggarisbawahi kesediaan Rwanda untuk mengatur ulang hubungan dengan Prancis.

Sumber Antara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News