Profesi Advokat Indonesia Kembali Dilecehkan?

Profesi Advokat Indonesia Kembali Dilecehkan?
Petrus Selestinus. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Profesi Advokat Indonesia kembali dilecehkan oleh Penyidik Institusi Polri, ketika Advokat Petrus Bala Pattyona dan Barman Sitompul ditolak oleh Penyidik Tipikor Bareskrim Polri, saat hendak mendampingi kliennya Brigjen Pol. Prasetyo Utomo pada pemeriksaan sebagai Saksi, tanggal 13 Agustus 2020, dengan alasan Perkaba No. 03 Tahun 2013.

Meskipun Brigjen Pol. Prasetyo Utomo, diperiksa sebagai Saksi untuk Tersangka Djoko S. Tjandra, namun Ia adalah Tersangka yang ditetapkan oleh Bareskrim Polri dalam kasus Tindak Pidana Korupsi yang berkaitan dengan Tersangka Djoko S.Tjandra dan Saksi Anita Anggraeni Kolopaking.

"Karena itu, pendampingan oleh seorang Penasihat Hukum tidak boleh diabaikan atas alasan apapun juga," tegas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesai (TPDI) sekaligus Advokat Peradi, Petrus Selestinus dalam keterangan persnya, Jumat (14/8/2020).

Dalam release Petrus Bala Pattyona, menurut Petrus, dijelaskan bahwa kehadiran Petrus Bala Pattyona dan Barman Sitompul sebagai Penasihat Hukum Brigjen Pol. Prasetyo Utomo, ditolak oleh Penyidik dengan alasan bahwa Saksi dalam kasus dugaan Tipikor tidak diperkenankan untuk didampingi oleh Penasihat Hukum berdasarkan SOP Perkaba.

Petrus menilai Perkaba No. 3 Tahun 2013, yang menolak kehadiran Advokat yang telah ditunjuk secara resmi oleh seorang Saksi yang juga Tersangka dalam perkara Tipikor, berimplikasi melecehkan Profesi Advokat selaku Penegak Hukum yang sedang menjalankan Kewajiban Konstitusionalnya dan juga melecehkan Hak Konstitusional Saksi, karena haknya untuk mendapatkan Bantuan Hukum ditiadakan.

Perkaba Jadi Instrumen Insubordinasi

Perkaba No. 03 Tahun 2013, menjadi Instrumen Insubordinasi terhadap UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Ketentuan Pasal 28J ayat (1) dan (2) UUD 1945, menyatakan: "setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara"; dan "dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada "pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang".

Kata-kata pembatasan yang ditetapkan dengan UU, bermakna bahwa pembatasan Hak seorang Saksi dan Kewajiban seorang Advokat harus dengan UU sesuai dengan perintah pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) UUD' 45 dan pasal 73 dan 74 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Oleh karena itu, menurut Petrus, Perkabareskrim No. 03 Tahun 2013 yang menjadi dasar Penyidik menolak Advokat Petrus Bala Pattyona, tidak memiliki dasar hukum apa pun.

Tidak masuk di akal sehat publik, jika sekelas Institusi Polri, menganulir kekuatan berlakunya pasal tentang HAM dalam UUD 1945, KUHAP dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang melarang Saksi menggunakan Advokat selama pemeriksaan hanya dengan Perkaba.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News