Profesor Joki

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Profesor Joki
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Di Indonesia marak gelar doktor honoris causa (HC), gelar doktor kehormatan yang diberikan kepada seseorang tanpa harus susah-susah sekolah.

Gelar doktor kehormatan ini diberikan kepada seseorang karena dianggap punya keahlian selevel doktor, atau punya jasa yang besar di bidang keilmuan tertentu. Akan tetapi, praktiknya malah banyak yang jual beli gelar HC, atau gelar kehormatan yang bermotivasi politik.

Sisa-sisa feodalisme yang masih kental di lingkungan kita menjadikan gelar sebagai hal yang penting dan bergengsi.

Seseorang yang merasa berdarah biru, keturunan ningrat akan selalu memasang gelar “R”, Raden, di depan namanya.

Seseorang lainnya yang tidak punya darah ningrat ikut-ikutan menempelkan gelar “R” di depan namanya.

Ketika diprotes dia bilang “R” bukan Raden, tapi Rakyat.

Masyarakat tradisional feodal lebih mementingkan ‘ascription’, sebutan gelar, daripada ‘achievment’, prestasi pencapaian.

Ijazah masih lebih dipentingkan daripada keterampilan.

Perjokian guru besar menjadi bukti merosotnya etika akademik. Tentu perjokian ini tidak gratis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News