Program CSA Kementan Terbukti Tekan Emisi Gas Rumah Kaca

Program CSA Kementan Terbukti Tekan Emisi Gas Rumah Kaca
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi pada pembukaan Bimtek Penguatan Kapasitas SDM Pertanian Mendukung Keberlanjutan CSA di Solo, Jawa Tengah, Kamis (27/7/2023). Foto: Kementan

Selain itu, pertanian ramah lingkungan merupakan teknik pertanian yang dalam pelaksanaannya menggunakan mikroorganisme menguntungkan serta bahan organik sehingga agroekosistem menjadi seimbang baik di bawah tanah maupun di atas tanah.

Kabadan Dedi menjelaskan petani sering kali menggunakan pestisida maupun pupuk kimiawi yang berlebihan dan berakhir pada hancurnya lingkungan yang kembali lagi berakibat pada pertanian.

Sektor pertanian ikut berkontribusi terhadap peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca (EGRK). Sekalipun tidak besar, hanya sekitar 8 persen dari emisi sektor lain, hal ini harus menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan.

"Emisi di sektor pertanian sejatinya berasal dari lahan sawah. Karena lahan sawah yang tergenang menyebabkan kondisi tanah menjadi anaerob alias tidak ada oksigen. Sehingga munculah gas metan. Kontribusi emisi yang kedua berasal dari pemupukan. Terutama pemupukan yang berlebihan, menyebabkan efek gas rumah kaca di sektor pertanian," jelasnya.

“Maka dari itu CSA menjadi solusi yang amat nyata dalam mitigasi emisi gas rumah kaca,” lanjut Kabadan.

Sektor pertanian amat berperan dalam menekan EGRK. Sebab, aktivitas pertanian mampu mengubah paparan gas CO2 menjadi padat atau cair.

Ketika karbon ini berbentuk gas, maka amat sangat berbahaya dan menimbulkan berbagai efek negatif.

“Sementara kalau padat, tidak menyebabkan efek gas rumah kaca. Pertanian memiliki hal tersebut,” beber Dedi.

CSA menjadi solusi yang amat nyata dalam mitigasi emisi gas rumah kaca dilakukan Kementerian Pertanian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News