Propaganda Rusia dan Masa Depan Demokrasi

Oleh: Boni Hargens, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI)

Propaganda Rusia dan Masa Depan Demokrasi
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens (kanan) saat menyampaikan pengantar diskusi dengan tema "Propaganda Rusia, Ancaman Bagi Demokrasi Kita?" di Jakarta, Sabtu (9/2). Foto: Dok. LPI for JPNN.comLPI

jpnn.com, JAKARTA - “Propaganda Russia” adalah istilah yang muncul dalam peta politik global sejak Perang Dingin. Rusia selalu dinamis dalam menerapkan pendekatan propaganda dalam rangka memperkuat pengaruhnya di dunia.

Di abad ke-21, sejak serangan 2008 ke Georgia, terjadi evolusi yang luar biasa dalam pendekatan Rusia untuk Propaganda (Paul & Matthews, 2016).

Pendekatan baru ini diperkuat saat pencaplokan semenanjung Krimea tahun 2014 di negara itu. Pendekatan yang dikenal dengan istilah “Firehose of Falsehood” ini terus diperkuat ketika mendukung konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan Suriah dan dalam rangka melawan sekutu NATO.

Dengan kata lain, “Firehose of Falsehood” menjadi model propaganda baru pasca-Perang Dingin.

Kehadiran teknologi memungkinkan Rusia menemukan model propaganda baru dalam politik global.

Christopher Paul dan Miriam Matthews (2016) memakai istilah “Firehose of falsehood” karena dua karakter dasar ini: (a) besarnya jumlah saluran informasi dan pesan setelah hadirnya Internet and (b) niat tanpa rasa malu untuk menyebarkan berita bohong. Mereka mengatakan, Propaganda Rusia memang menghibur, tetapi membingungkan sekaligus membuat audiens kewalahan (Paul & Matthews, 2016).

Lebih lengkapnya, ada empat ciri dari “Propangada Rusia”:

1. High-volume and multichannel
2. Rapid, continuous, and repetitive
3. Lacks commitment to objective reality
4. Lacks commitment to consistency

Menurut Boni Hargens, Rusia selalu dinamis dalam menerapkan pendekatan propaganda dalam rangka memperkuat pengaruhnya di dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News