PSI Nilai Pasal Penodaan Agama Hanya Melanggengkan Tirani Mayoritas

PSI Nilai Pasal Penodaan Agama Hanya Melanggengkan Tirani Mayoritas
Juru Bicara PSI Mohammad Guntur Romli. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) konsisten menolak pasal tentang penodaan agama dicantumkan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

“Selama DPR tidak mendengarkan aspirasi rakyat dan RUU KUHP tetap dipaksakan memuat unsur-unsur penodaan agama, PSI konsisten menolak pasal tersebut,” kata Juru bicara PSI, Mohamad Guntur Romli, dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/8)

Guntur menuturkan, alasan mendasar PSI menolak pasal penistaan agama dalam RUU KUHP adalah ketidakjelasan tolak ukur atau unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk menilai apakah suatu perbuatan bersifat memusuhi atau menodai agama.

RUU KUHP yang kontroversial ini dikabarkan segera dibahas kembali, setelah pemerintah dan DPR sepakat menundanya pada akhir September 2019 lalu.

Lebih jauh ia menjelaskan, di antara pasal 304 – 309 RUU KUHP yang memuat ketentuan tindak pidana terhadap agama, pasal 304 masih sangat subjektif dan multitafsir.

Pasal ini juga rawan dipolitisasi, apalagi saat ini ada 270 daerah yang bersiap menggelar pemilihan kepada daerah (Pilkada) secara serentak.

Pasal 304 RUU KUHP menyebutkan, setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

“Semua pasal berunsur penodaan agama harus didudukkan dengan jelas, jangan sampai menyisakan ruang tafsir subjektif yang dapat mencederai keadilan dan kepastian hukum. Kalau pasal-pasal ini tetap dipaksakan, arus politisasi agama akan semakin kuat, terutama menjelang Pilkada ini,” imbuh Guntur.

DPP PSI kembali menegaskan sikap penolakan terhadap pasal-pasal penodaan agama di dalam Rancangan KUHP

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News