Raker dengan KPK, DPD RI Dukung Revisi UU Tipikor

Raker dengan KPK, DPD RI Dukung Revisi UU Tipikor
Ketua DPD RI Oesman Sapta bersama Pimpinan dan Anggota Komite I DPD RI menggelar Raker dengan Ketua KPK, Agus Rahardjo pada Rabu (10/10) di Gedung DPD RI, Jakarta. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPD RI Oesman Sapta bersama Pimpinan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (10/10) di Gedung DPD RI, Jakarta. Ketua KPK, Agus Rahardjo hadir dalam raker tersebut.

Dalam raker tersebut, diawali dengan pengantar dari Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani. Benny dalam sambutan pengantarnya mempertanyakan kepada KPK mengenai berbagai kasus besar yang mangkrak terutama kasus Century yang bernilai Rp 6,7 triliun, soal PP Nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, sampai pada strategi pencegahan korupsi KPK yang sejauh ini tidak banyak diketahui publik serta pelaksanan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Agus Rahardjo dalam penjelasannya di hadapan pimpnan dan anggota DPD RI, mengakui bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK belum mengubah secara signifikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang saat ini masih berada pada di skor 37.

Karena itu, Agus menambahkan, KPK terus berupaya mengurangi IPK dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui kerjasama dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serentak dilakukan di tingkat pusat dan daerah, kolaborasi sesuai peran dan kewenangan, dan berkelanjutan.

Lebih jauh, Agus menjelaskan bahwa keempat upaya di atas sesungguhnya telah mendorong perbaikan kinerja KPK selama ini. Misalnya saja, ada Rp 142,57 miliar nilai gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik negara sejak 2015 – 2018. Bukan hanya itu saja, sejak 2004 – 2018 aset yang dikembalikan ke negara sudah mencapai Rp 1,296 triliun.

“Di forum raker ini saya juga ingin menyampaikan kepatuhan DPD sejak 2004 sampai 2018 melalui pelaporan LHKPN baru mencapai 53,13 persen,” kata Agus mengingatkan.

Menyikapi pertanyaan DPD tentang upaya pencegahan korupsi, Agus menjelaskan saat ini KPK telah membentuk koordinasi supervisi (korsup) pencegahan di beberapa pemerintahan daerah di provinsi yang dianggap rentan korupsi. Materi pencegahan mencakup peningkatan kapasitas Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Pengadaan Barang dan Jasa, Perencanaan dan Penganggaran APBD, Manajemen Aparatur Sipil Negara termasuk jual beli jabatan, Dana Desa, Optimalisasi Pendapatan Daerah dan Manajemen Aset Daerah. “KPK akan kembangkan korsup di provinsi lainnya”, tegas Agus.

Terbitnya PP PP nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dimana pelapor bisa dapat Rp 200 juta, Agus menilai PP yang lama yaitu PP Nomor 71 tahun 2000 justru lebih menjamin keamanan dan keselamatan pelapor korupsi.

Saat ini KPK telah membentuk koordinasi supervisi (korsup) pencegahan di beberapa pemerintahan daerah di provinsi yang dianggap rentan korupsi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News