Rani Syaefullah, Balita PSAB Sidoarjo, Penyandang Apert Syndrome

Sekarang Punya Jari untuk Hidup Mandiri

Rani Syaefullah, Balita PSAB Sidoarjo, Penyandang Apert Syndrome
CERIA: Rani Syaefullah (tiga dari kanan) dipangku Eny Heri Maryatun bersama teman-teman di PSAB Sidoarjo. Foto: Maya Apriliani/Jawa Pos

Saat itu tampaklah jemarinya yang tidak sempurna. Jari Rani tidak simetris. Bolpoin yang didapatnya hanya dijepitkan di antara telunjuk dan jari tengahnya. ’’Dulu, saat baru ditemukan, jemarinya menyatu,’’ kata Dwi Antini Sunarsih, Kasi Pengembangan dan Pembinaan Lanjut PSAB Sidoarjo.

Seperti penghuni baru lain, saat baru datang, kondisi kesehatan Rani dicek secara keseluruhan. Dari situ terlihat bahwa Rani adalah penyandang apert syndrome atau sindrom apert. Itu adalah kelainan genetik yang mengakibatkan tengkorak berkembang secara abnormal. Bayi dengan sindrom tersebut dilahirkan dengan bentuk kepala dan wajah yang tidak normal.

Pada kelainan itu, sering dijumpai ciri-ciri tambahan berupa jari tangan dan kaki yang berselaput. Banyak anak dengan apert syndrome yang punya cacat lahir lain. Salah satu untuk mengatasi itu adalah operasi.

Sejatinya, bukan hanya jemari tangan Rani yang menyatu. Jari kakinya juga begitu. Meski demikian, Rani tidak mengalami kesulitan untuk berjalan. Bahkan, dia bisa berlarian.

”Bentuk kepalanya juga sudah tidak seperti dulu,” sambung Dwi. Kala kecil, bentuk kepala Rani seperti miring. Ukuran rongganya kecil. PSAB pun berupaya membuat Rani lebih sempurna. Mereka tidak ingin melihat bayi tak berdosa itu menderita selamanya.

Untung, ada Yayasan Citra Baru di Surabaya yang berkenan membantu Rani. Saat usia sembilan bulan, pada Agustus 2010, Rani dibawa ke salah satu rumah sakit di Adelaide, Australia Selatan. Selama empat bulan, balita yang ditemukan di meja salah seorang warga di daerah Kediri pada 9 Desember 2009 itu dirawat. Eny-lah yang mendampingi Rani untuk memperoleh kesembuhan.

Rani memang anak yang tangguh. Seolah paham akan dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan, dia tidak rewel selama di perjalanan. Padahal, jarak tempuh yang dilalui cukup jauh.

Dia melakoni penerbangan selama sepuluh jam dengan transit ke Jakarta maupun Sydney sebelum ke Adelaide. Belum lagi harus menunggu di bandara untuk mengikuti jadwal penerbangan selanjutnya. ”Tidak merepotkan sama sekali,” ujar Eny sambil melirik Rani.

Unit Pelayanan Teknis (UPT) Panti Sosial Asuhan Balita (PSAB) Sidoarjo merawat 53 balita. Sembilan di antaranya berkebutuhan khusus. Rani Syaefullah,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News