Ratri 02 dan 02

Oleh: Dahlan Iskan

Ratri 02 dan 02
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Waktu itu terapi plasma konvalesen masih dilakukan secara tertutup. Belum ada izin dari pemerintah. Baru Dr Mo sendiri yang berani melakukannya. Dasarnya: otonomi pasien. Yakni atas dasar permintaan pasien.

Sebenarnya akhir Maret itu Dr Mo sudah mengusulkan terapi plasma konvalesen kepada Presiden Jokowi. Respons tercepat datang dari Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Dr Mo diminta presentasi di depan pimpinan PDI Perjuangan.

Sejak itulah ide Dr Mo terus menggelinding. Ujungnya di bulan Desember 2020, saat Ketua BNPB Letnan Jenderal Doni Monardo minta Dr Mo presentasi.

Saat itulah disepakati Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai pelaksana bank plasma konvalesen. Sejak itu terapi plasma konvalesen menjadi resmi. Saya pun, saat terkena Covid, mendapat transfusi konvalesen 2 bag.

Di Zoom kemarin itu, Dr Mo mengakhiri sesi dengan nada tinggi. Itu karena Dr Anthony Tjio, orang Indonesia yang di Mayo Clinic Amerika, tidak setuju pada pengobatan konvalesen.

"Bisa menularkan banyak penyakit," kata Anthony, yang kelihatannya paling tua di antara kami.

Bahkan ia mengatakan, di Tiongkok jutaan orang tertular HIV akibat konvalesen. Saya pun mencari data itu di Tiongkok: belum ketemu.

Dari cerita Ratri itu saya bisa membayangkan tertekannya ibu dan 3 anak tersebut saat dinyatakan sebagai pasien Covid 1, 2, dan 3 di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News