Ratu Tisha Destria, Alumnus FIFA Master 2013 dan Co-Founder LabBola

Tesisnya Dicueki Kemenpora, Diminati Kementerian Olahraga Inggris

Ratu Tisha Destria, Alumnus FIFA Master 2013 dan Co-Founder LabBola
PERINTIS: Ratu Tisha Destria (depan) bersama rekan-rekannya di LabBola. Foto: Wahyudin/Jawa Pos

Tidak mengherankan, dalam perjalanannya, Persib dan Asosiasi Provinsi PSSI Jabar pun sering mengajak Tisha bekerja sama dalam mengatur kompetisi. Setelah lulus dari ITB pada 2008, dia langsung menginisiasi berdirinya LabBola.

FIFA Master sendiri merupakan program yang disponsori FIFA sebagai bagian dari mengembalikan 90 persen keuntungan FIFA untuk pengembangan sepak bola. Program tersebut dijalankan International Centre for Sports Studies (CIES). Untuk 2013 hanya ada 28 orang dari sepuluh negara yang berhak mengikuti program itu.

Program tersebut menjadi impian Tisha sejak lama. Sebelumnya, pada 2011, dia pernah diterima untuk program Football MBA dari Liverpool. Karena tidak ada bantuan pemerintah, dia pun tidak jadi mengikutinya. Sementara untuk FIFA Master, dia ikut lantaran didukung beasiswa LPDP Kementerian Keuangan.

Tisha mengakui, pasang surutnya membesarkan LabBola ikut andil dalam membuka pintu menuju FIFA Master itu. Dia sempat gagal di edisi 2012 setelah mengikuti World Football Science di Jepang sebagai partisipan dan mempresentasikan abstraksinya di World Soccer Science 2013 di Belgia.

Baru setahun setelah itu Tisha diterima di program beasiswa FIFA Master. ”Mungkin FIFA ingin melihat bekal saya di LabBola sebagai hasil yang pada tahun sebelumnya itu masih berupa mimpi. Saya satu-satunya orang statistik di antara 27 peserta lainnya,” ungkap dia.

Saat menjalani FIFA Master itu, Tisha belajar di tiga universitas yang digandeng CIES. Yakni De Montfort University di Leicester, Inggris; SDA Bocconi di Milan, Italia; dan Universite de Neuchatel di Neuchatel, Swiss. Ketiganya punya perbedaan bidang masing-masing, disesuaikan dengan tiga aspek yang dipelajari di FIFA Master.

Tiga aspek itu adalah sports humanity, sports management, dan sports law. Mempelajari sports humanity di De Montfort, lalu sports management di Bocconi dan terakhir sports law di Neuchatel. Di sela-sela studi itu juga disempatkan field trip ke beberapa kota di Eropa yang ada hubungannya dengan sepak bola.

Tisha mengungkapkan, yang didapatkannya selama menempuh program FIFA Master lalu memberi dirinya banyak pandangan baru. Terutama dalam pengembangan olahraga, khususnya sepak bola, di Indonesia. Dia akan mencoba menerapkan apa yang didapatkannya itu melalui PSSI dan PT Liga Indonesia (LI) selaku penanggung jawab kompetisi sepak bola di tanah air.

Sepak bola Indonesia memang belum mampu berprestasi di pentas dunia. Namun, Indonesia masih bisa berbangga karena salah seorang anak mudanya bisa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News