Ratu Tisha Destria, Alumnus FIFA Master 2013 dan Co-Founder LabBola

Tesisnya Dicueki Kemenpora, Diminati Kementerian Olahraga Inggris

Ratu Tisha Destria, Alumnus FIFA Master 2013 dan Co-Founder LabBola
PERINTIS: Ratu Tisha Destria (depan) bersama rekan-rekannya di LabBola. Foto: Wahyudin/Jawa Pos

Yang paling menarik adalah strategi partnership dalam pengembangan pemasaran. Strategi tersebut masuk dalam sub bahasan tesisnya yang mengangkat tema tentang teori sports collaboration. Dia menganggap strategi itu bakal sangat jitu jika diterapkan di Indonesia yang notabene publik lebih menyukai sepak bola.

”Bisa dibilang, basis market di Indonesia ini sudah jadi sehingga punya step ahead ketimbang negara-negara di Eropa misalnya. Dengan massa yang sudah ada, strategi marketing harus dapat dirombak habis. Yang paling mendasar adalah mengubah sistem marketing tidak lagi ownership, tapi lebih ke partnership,” bebernya.

Pengalamannya ketika di Belanda, promosi sepak bola bisa digabungkan dengan kelompok yang menghobi cycling. Pada suatu ketika, kelompok pencinta cycling itu diajak bersepeda bersama-sama dan tur keliling kota itu diakhiri dengan menonton pertandingan sepak bola putri. ”Jadi, yang cinta cycling tetap mencintai dunianya dan mereka pun jadi interes dengan sepak bola,” ungkapnya.

Demikian juga halnya dengan fasilitas. Hampir tidak ada klub sepak bola di Indonesia yang punya wadah pengembangan olahraga lainnya satu atap. Dengan teori sports collaboration-nya itu, satu area milik klub sepak bola juga bisa dikembangkan untuk cabor lainnya. Mungkin untuk fasilitas sports science-nya.

Dua hal tersebut mungkin hanya sekelumit dari isi tesis yang Tisha kembangkan bersama empat rekan di timnya dari FIFA Master. Sayangnya, tesisnya itu belum mampu menggugah pihak terkait di Indonesia. Salah satunya Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

”Saya beberapa kali sudah mengirim e-mail ke Kemenpora, tapi tidak ada balasan. Malahan ini dipakai Kementerian Olahraga Inggris yang juga akan membuat sistem kolaborasi sport itu,” klaimnya.

Meski demikian, Tisha tidak mempersoalkan hal tersebut. Yang pasti, dia berharap akan ada perubahan dalam pengembangan olahraga, khususnya sepak bola, tanah air. Menurut dia, potensi sepak bola di Indonesia untuk bisa ”dijual” lebih besar ketimbang di negara lainnya, bahkan untuk level Asia sekalipun. ”Yang ada diperkuat dan yang belum ada dibikin side income baru,” tuturnya.

Untuk sementara Tisha masih berjalan bersama LabBola dalam pengembangan sepak bolanya. Dia belum berpikir menjadi konsultan bagi klub-klub sepak bola Indonesia, terutama dalam bidang pemasarannya. Kerja samanya dengan PSSI dan PT LI pun sementara masih sebatas menyediakan data statistik.

Sepak bola Indonesia memang belum mampu berprestasi di pentas dunia. Namun, Indonesia masih bisa berbangga karena salah seorang anak mudanya bisa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News