Refleksi 2017: Populisme Kanan dan Politik Identitas

Oleh Dr. Fadli Zon, M.Sc*

Refleksi 2017: Populisme Kanan dan Politik Identitas
Fadli Zon dan Joko Widodo. Foto: dok/JPNN.com

Di balik hutan beton Jakarta, sebagaimana halnya kota-kota tua lainnya, banyak orang lupa bahwa Jakarta juga adalah sebuah tempat yang memiliki identitas dan jejak historis yang panjang.

Ketika identitas dan jejak historis itu dipinggirkan, dikaburkan dan bahkan -entah secara sengaja maupun tak sengaja- sedang dicoba dikuburkan melalui sejumlah agenda ekonomi dan politik ruang oleh gubernur DKI yang lama, tentu akan ada resistensi dari mereka yang merasa terikat pada identitas-identitas tradisional tersebut.

Resistensi itulah yang kemudian telah melahirkan apa yang oleh para pengamat disebut sebagai kebangkitan populisme tadi. Itu sebabnya, resep untuk mengatasi gejala menguatnya politik identitas bukanlah dengan melakukan kegiatan indoktrinasi, melainkan dengan menata kebijakan ekonomi dan politik, termasuk politik tata ruang, yang lebih adil dan mengakomodasi kepentingan mereka yang selama ini termarjinalkan.

Kita akan segera menginjak tahun politik. Penting buat pemerintah untuk menjaga situasi agar tetap kondusif. Untuk itu, ruang publik kita mestinya makin bersih dari hoax dan ujaran kebencian.

Sayangnya, pemerintah kadang justru menjadi pihak yang turut mengeruhkan suasana. Kita lihat, misalnya kasus Saracen.

Polisi awalnya mengekspose Saracen seolah adalah kasus besar terkait industri hoax dan penyebar kebencian di media sosial. Masyarakat kita dulu menanggapinya dengan heboh.

Sayangnya, sebagaimana yang bisa kita baca dari proses peradilan yang tengah berjalan, tuduhan-tuduhan polisi yang bombastis tadi tak ada yang masuk dalam dakwaan jaksa. Artinya, tuduhan-tuduhan tadi sama sekali tidak bisa dibuktikan.

Kita tentu berharap agar ke depannya Polri bisa lebih profesional dan fair dalam menjalankan tugasnya, agar tidak memancing spekulasi dan berkembangnya fitnah di masyarakat. Menguatnya politik identitas mestinya dijawab oleh pemerintah dengan kebijakan yang berorientasi pada keadilan sosial, bukan dijawab dengan represi dan produksi stigma.

Hoax, SARA, toleransi, politik identitas dan Undang-undang (UU) Ormas menjadi isu yang menonjol pada tahun ini. Semuanya bukanlah isu yang menyenangkan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News