Refleksi 2017: Populisme Kanan dan Politik Identitas

Oleh Dr. Fadli Zon, M.Sc*

Refleksi 2017: Populisme Kanan dan Politik Identitas
Fadli Zon dan Joko Widodo. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - Tahun 2017 akan segera terlewati. Ada berbagai peristiwa yang meramaikan jagat politik nasional pada 2017 ini.

Hoax, SARA, toleransi, politik identitas dan Undang-undang (UU) Ormas menjadi isu yang menonjol pada tahun ini. Semuanya bukanlah isu yang menyenangkan.

Wajah dunia politik kita sepanjang 2017 sepertinya sangat dipengaruhi oleh wajah Pilkada DKI. Hampir seluruh isu yang mewarnai Pilkada DKI, mulai dari isu SARA, politik identitas, atau hoax -yang oleh para pengamat di-framing sebagai kebangkitan populisme kanan- kemudian bergema secara nasional.

Sebagai bangsa majemuk, bangkitnya wacana politik identitas memang pantas membuat kita berkaca diri. Politik identitas erat kaitanya dengan proses aksi reaksi di lingkungan masyarakat.

Mengeksploitasi kekhawatiran sangatlah tak berguna. Kita mesti bertanya, apa yang telah membuat politik identitas seolah kembali bangkit belakangan ini?!

Sejak awal saya berpandangan, terlalu gegabah jika benturan keras yang terjadi selama periode kampanye Pilkada DKI lalu hanya didudukkan sebagai persoalan sektarian versus kebinekaan. Meminjam analisisnya Inglehart dan Norris, populisme biasanya berkembang karena dua faktor, yaitu kesenjangan ekonomi dan terjadinya benturan kebudayaan.

Itu sebabnya saya berpandangan bahwa bangkitnya politik identitas yang terjadi belakangan ini tak berangkat dari tergerusnya komitmen masyarakat terhadap kebhinekaan, tetapi karena dipancing oleh meningkatnya ketidakadilan sosial. Jangan lupa, indeks ketimpangan ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia terjadinya di masa pemerintahan Pak Jokowi ini.

Menurut studi Amy Chua, pasar bebas dan demokrasi yang hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat sangat rentan untuk melahirkan konflik dan instabilitas. Jadi, soal ketimpangan ekonomi ini memang tidak bisa diabaikan.

Di luar soal ekonomi, benturan kultural juga bisa jadi pemicu munculnya populisme. Kenapa populisme sangat mewarnai Pilkada DKI kemarin, misalnya, juga karena gesekan kebudayaan ini.

Hoax, SARA, toleransi, politik identitas dan Undang-undang (UU) Ormas menjadi isu yang menonjol pada tahun ini. Semuanya bukanlah isu yang menyenangkan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News