Regulasi Ritel Tumpang-tindih, Pengusaha Tagih Revisi Peraturan
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai belum cukup tepat menerapkan regulasi dan izin usaha ritel modern.
Hal itu terlihat dari tutupnya 7-Eleven. Tutupnya Sevel merupakan contoh regulasi yang tidak jelas bisa menjungkalkan bisnis di sektor tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyatakan, peraturan mengenai toko ritel modern tak kunjung direvisi.
Roy menyebutkan, peraturan tersebut, antara lain, Peraturan Presiden No 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Selain itu, Perpres No 112 Tahun 2017 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Ada juga Permendag Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan serta Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
”Jika kami boleh menegaskan, sebenarnya regulasi tidak salah, tapi diharapkan bisa direvisi seusai dengan kebutuhan yang sudah berubah. Oke, lah, aturan format minimarket 400 meter itu melindungi lokal. Tapi, seperti 7-Eleven itu, kan, membawa model bisnis baru dan inovasi baru. Seharusnya yang seperti itu diberi kesempatan,” jelas Roy.
Menurut dia, 7-Eleven yang saat itu memiliki 168 gerai hanya mengantongi izin kafetaria dan pariwisata.
Pemerintah dinilai belum cukup tepat menerapkan regulasi dan izin usaha ritel modern.
- Yup Jalin Kerja Sama dengan PT MPPA
- KoinWorks Perkuat Layanan Konsultasi Keuangan Untuk Para Pendana Ritel
- Lippo Group Dorong Usaha Ritel Mengadopsi Inovasi Omnichannel
- John Riady Ingatkan Sektor Ritel Harus Siap Berbagai Inovasi dengan Strategi Omnichannel
- Perluas Bisnis, Ria Busana Hadir di Rengasdengklok
- Kinerja Meningkat Usai Pandemi, Astra Financial Bukukan Laba Rp 6 Triliun di 2022