Rencana Strategis Riset Indonesia

Oleh: Kholis Abdurachim Audah, PhD

Rencana Strategis Riset Indonesia
Rencana Strategis Riset Indonesia

Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, mari kita bandingkan jumlah nominal dana riset yang dialokasikan untuk Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan sebuah lembaga riset di AS, misalkan dengan mengambil contoh salah satu Universitas di AS. Di negara maju seperti AS, universitas-universitas yang ternama sering juga disebut sebagai Research  University. Di universitas-universitas ini, riset merupakan tulang punggung kegiatan universitas sekaligus juga sebagai sumber utama penerimaan dana melalui berbagai kegiatan riset yang dilakukan oleh para dosen mereka. 

Dalam hal ini penulis mengambil Universitas Yale (Yale University) tempat dimana penulis pernah menimba ilmu dengan melakukan kegiatan riset. Setiap tahunnya, Universitas Yale rata-rata mengalokasikan dana riset sebesar US$ 500 juta (sumber: Yale Financial Report 2009-2010), atau sekitar Rp 4,5 triliun. 

Dana ini diperoleh melalui dana (grant) riset yang didapat dari berbagai sumber, seperti misalnya dari the National Institute of Health (NIH) dan the National Science Foundation (NSF). Kedua lembaga ini merupakan lembaga-lembaga utama penerima dana riset dari pemerintah federal AS, yang berturut-turut menerima dana sebesar US$ 32 milyar (Rp 288 triliun) dan US$ 7.4 milyar (Rp 67 triliun). NIH merupakan penerima dana riset terbesar kedua setelah Departemen Pertahanan AS (US$ 78 milyar) atau sekitar Rp 700 triliun. 

Angka Rp 4,5 triliun yang digunakan oleh satu institusi riset seperti Universitas Yale selama satu tahun ini berarti lebih dari 70 persen dari seluruh dana riset yang dimiliki oleh Kemenristek yang harus dibagi-bagikan lagi ke lima lembaga pemerintah non-departemen di bawahnya, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) (sumber: Republika, 11 Desember 2011). 

Dari perbandingan sekilas yang dibuat di atas, kita bisa melihat betapa kecilnya dana riset yang kita miliki baik dari segi persentase maupun dari segi nominalnya. Terlebih jika kita bandingkan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta dengan penduduk AS yang sekitar 300 juta, tidaklah jauh berbeda. 

Jumlah penduduk memiliki arti yang sangat penting dan strategis dalam kegiatan pembangunan suatu negara. Karena semakin banyak jumlah penduduk, semakin kompleks kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi suatu negara. Dengan demikian diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi dan menanggulangi segala kebutuhan dan permasalahan yang ada tersebut. Dan salah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan melakukan berbagai riset dan pengembangan di berbagai bidang. 

Hal ini ditujukan agar kita tidak selalu tergantung kepada keberadaan negara lain. Untuk kondisi Indonesia, keadaan ini diperparah oleh sebuah kenyataan bahwa dana riset yang sudah sangat kecil ini harus digunakan untuk membeli berbagai bahan dan peralatan yang sebagian besarnya masih harus kita impor dari luar negeri. 

Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh terhadap jumlah dan kualitas riset yang bisa kita lakukan. Sebagai pengetahuan para pembaca saja, bahwa harga alat-alat dan bahan-bahan riset di Indonesia pada umumnya jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan di luar negeri seperti AS. Karena sampai saat ini kita masih belum mampu memproduksinya sendiri alias harus mengimpor barang-barang.

TINGKAT  kemajuan sebuah negara dapat diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News