Resesi dan Urgensi Stimulasi Konsumsi serta Kinerja UMKM

Catatan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

Resesi dan Urgensi Stimulasi Konsumsi serta Kinerja UMKM
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - STIMULASI konsumsi dan kinerja UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan menengah) menjadi pilihan kebijakan yang cukup efektif untuk bertahan di masa resesi dan pandemi sekarang ini.

Karena itu, kebijakan-kebijakan terbaru yang berdampak pada penurunan daya beli harus dihindari, sementara stimulus untuk UMKM perlu diupayakan tepat sasaran dan tepat guna.
 
Lazimnya pada periode resesi, satu-satunya mesin pertumbuhan yang masih layak diandalkan hanya konsumsi masyarakat dan pemerintah. Mengharapkan kontribusi dari pertumbuhan ekspor dan investasi langsung jelas tidak realistis.

Salah satu indikator dari resesi global adalah melemahnya permintaan pasar atas semua produk ekspor. Akibatnya, pertumbuhan ekspor turun atau maksimal stagnan.

Lalu, karena pandemi global Covid-19 menyebabkan ketidakpastian yang berlarut-larut, kegiatan penanaman modal langsung pun harus menunggu hingga terwujudnya kepastian baru. Bagi investor, kepastian menjadi faktor penting untuk membuat kalkulasi.
 
Resesi dengan segala akibatnya sudah dirasakan sebagian besar masyarakat sepanjang periode kuartal III-2020.

Ketika beberapa hari lalu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 minus 3,49 persen, ini tak lebih dari konfirmasi data. Sebab, bukankah kerja pemulihan ekonomi sudah dimulai oleh Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (Satgas PEN) dengan beragam stimulus bernilai ratusan triliun rupiah.
 
Sepanjang periode resesi, menstimulasi permintaan atau konsumsi dalam negeri, baik rumah tangga maupun pemerintah, menjadi sangat penting agar tidak semua mesin pertumbuhan lumpuh.

Merawat atau menstimulasi konsumsi akan mendorong permintaan. Dengan adanya permintaan, mesin-mesin produksi akan bekerja. Mesin produksi yang bekerja tentu memerlukan keterlibatan para pekerja pula, baik di pusat produksi maupun pada jaringan distribusi.

Setelah mengalami kontraksi cukup dalam pada kuartal II-2020, konsumsi rumah tangga dilaporkan mulai membaik pada kuartal III walaupun masih di zona negatif. Menurut BPS, konsumsi rumah tangga masih tumbuh negatif 4,04 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, terlihat membaik jika dibandingkan dengan kuartal II-2020 yang kontraksinya sampai 5,52 persen. Kuartal II adalah periode awal penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak kota dan pemukiman, termasuk inisiatif banyak keluarga melakukan isolasi mandiri.

UMKM yang produktif dan kompetitif dinilai bisa menjadi jawaban untuk masalah ekonomi di tengah resesi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News