Respons Hanura Terhadap Bantahan Wiranto dan Kemenkopolhukam

Respons Hanura Terhadap Bantahan Wiranto dan Kemenkopolhukam
ILUSTRASI Partai Hanura

jpnn.com, JAKARTA - Kemenko Polhukam telah membantah pernyataan Partai Hanura bahwa Menko Polhukam Wiranto menggelar pertemuan terlarang, menindaklanjuti pasca-putusan PTUN Jakarta atas Gugatan Terhadap SK. Menkumham Nomor: M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, Tanggal 17 Januari 2018. Kemenko Polhukam merelease bantahan tersebut ke media pada tanggal 11 Juli 2018.

Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Partai Hanura, Petrus Selestinus dalam keterangan persnya, Sabtu (14/7), menyampaikan beberapa poin bantahan Kemenko Polhukam. Pertama, Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Tingkat Menteri, tanggal 5 Juli 2018 dilakukan dalam rangka implementasi tugas Kemenko Polhukam di bidang politik, mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dan Tindak Lanjut pasca Putusan PTUN Jakarta atas gugatan terhadap SK. Menkumham No. : M.HH-01.AH.11.01. Tahun 2018, Tanggal 17 Januari 2018, agar seluruh kementerian dan lembaga pemerintah terkait penyelenggaraan pemilu mempunyai kesamaan pandangan dan tidak salah tafsir terhadap keputusan PTUN dimaksud.

Kedua, pertemuan Menko Polhukam dengan KPU dan sejumlah Kementerian atau Lembaga terkait hanyalah mendiskusikan pendapat hukum dengan tujuan membuat implementasi pemilu berjalan dengan baik, termasuk membahas tindak lanjut Putusan PTUN tentang Partai Hanura karena Partai Hanura merupakan salah satu peserta Pemilu 2019. 

Dengan demikian tidak ada alasan untuk menuduh Menko Polhukam melakukan intervensi terhadap Keputusan KPU karena upaya yang dilakukan Menko Polhukam dan jajarannya semata-mata melaksanakan amanat Perpres No. : 43 Tahun 2015 Tentang Menko Polhukam.

Menurut Petrus Selestinus, terhadap tanggapan Kemenko Polhukam tersebut Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Hanura menyampaikan tanggapan. Pertama, bantahan Kemenko Polhukam pada tanggal 11 Juli 2018 sebagai pernyataan tidak jujur, karena antara dalil-dalil yang dikemukakan dengan fakta-fakta yang dijadikan dasar bantahan tidak sinkron bahkan telah diputarbalikan fakta-faktanya.

Menurutnya, informasi yang disampaikan oleh Wiranto dalam surat Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, tanggal 5 Juli 2018 yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Hanura Dr. Oesman Sapta, berbeda dan bertolak belakang dengan isi Press Release Komenko Polhukam tanggal 11 Juli 2018 yang membantah pernyataan Pengurus Partai Hanura tentang Intervensi Menko Polhukam.

Kedua, dalam Press Release tanggal 11 Juli 2018, pihak Komenko Polhukam menyatakan bahwa Rakortas tanggal 5 Juli 2018, dilakukan dalam rangka implementasi tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dan Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN atas SK. Menkumham No. : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, tanggal 17 Januari 2018. Padahal, menurut Petrus Selestinus, dalam Surat Undangan Komenko Polhukam, tanggal 4 Juli 2018, dengan agenda tunggal, yaitu Membahas Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN atas gugatan terhadap SK. Menkumham No. : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, dengan pimpinan Rakortas Menko Polhukam sendiri.

Ketiga, sebagai Menko Polhukam yang langsung memimpin Rakortas tanggal 5 Juli 2018, "Membahas Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN Jakarta atas SK. Menkumham No. : M.HH-01AH.11.01 Tahun 2018", maka yang boleh mempublish hasil Rakortas Tingkat Menteri kepada DPP Partai Hanura, hanyalah Menko Polhukam, akan tetapi yang terjadi justru Wiranto dalam kedudukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura dalam Suratnya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura tanggal 5 Juli 2018, menjelaskan seakan-akan Rakortas telah menyepakati diberlakukannya SK. Menkumham No. : M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 yang masih menjadi objek sengketa di PTUN dan dalam proses banding.

Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Partai Hanura, Petrus Selestinus menyampaikan beberapa poin bantahan Kemenko Polhukam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News