Respons Hanura Terhadap Bantahan Wiranto dan Kemenkopolhukam

Respons Hanura Terhadap Bantahan Wiranto dan Kemenkopolhukam
ILUSTRASI Partai Hanura

Keempat, dengan demikian, maka Wiranto patut diduga telah menyalahgunakan hasil Rakortas Tingkat Menteri karena telah dijadikan bahan Instruksi Dewan Pembina dan Dewan Penasehat Partai Hanura kepada Ketua Umum DPP Partai Hanura Dr. Oesman Sapta.

“Padahal Instruksi seperti itu seharusnya dikeluarkan oleh dan atas nama Menko Polhukam kepada Ketua Umum DPP Partai Hanura Dr. Oesman Sapta sebagai pihak yang paling berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap eksistensi Partai Hanura sebagai peserta Pemilu 2019.

Kelima, menurut Press Release Komenko Polhukam tanggal 11 Juli 2018,  dikatakan bahwa Rakortas Tingkat Menteri dilakukan dalam rangka implementasi tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik untuk mengevaluasi penyelenggaraan pilkada serentak 2018 dan mendiskusikan pendapat hukum untuk memastikan tindak lanjut pasca Putusan PTUN atas gugatan terhadap SK. Menkumham agar seluruh kementerian dan lembaga pemerintah terkait dengan pemilu mempunyai kesamaan pandangan dan tidak salah tafsir terhadap Keputusan PTUN. 

“Namun hal berbeda dikemukakan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura tanggal 5 Juli 2018, pada point b., bahwa: "Rakortas di Kemenko Polhukam pada tanggal 5 Juli 2018 yang dihadiri unsur-unsur dari KPU, DKPP, Kemenkumham, PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung, "menyepakati" bahwa bagi Partai Hanura tahapan pencalegan selanjutnya, diarahkan mengacu pada SK. Menkumham No. : M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Sarifuddin Sudding". 

“Ini jelas suatu kesepakatan yang bersifat konspiratif bukan saja karena bertentangan dengan ketentuan pasal 184 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan pasal 13 PKPU No. : 20 Tahun 2018 serta esensi dari sikap banding Menkumham, akan tetapi juga ini merupakan sebuah "percobaan kudeta" terhadap kepemimpinan Ketua Umum DPP. Partai Hanura Dr. Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Herry Lontung Siregar melalui forum Rapat Rakortas Tingkat Menteri,” katanya.

Yang menarik, kata Selestinus, justru sikap kesatria Menkumham dengan Suratnya tanggal 6 Juli 2018 yang ditujukan kepada Ketua KPU RI dan DPP Partai Hanura dan Surat KPU RI kepada KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota tanggal 9 Juli 2018 yang menegaskan bahwa Kepengurusan Partai Hanura saat ini adalah  Kepengurusan berdasarkan SK. Menkumham No. : M.HH-01.AH.11.01, Tanggal 17 Januari 2018, dan kepengurusan Partai Hanura tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang sah adalah kepengurusan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Umum Dr. Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Herry Lontung Siregar, sikap mana berbeda dengan dalil Wiranto bahwa Rakortas menyepakati pencalegan diarahkan mengacu kepada SK. Menkumham No. : M.HH-22.AH.11.01, tanggal 12 Oktober 2017. 

“Sikap Menkumham dan KPU ini membuktikan bahwa Rakortas Tingkat Menteri Polhukam tanggal 5 Juli 2018 tidak mengambil kesepakatan apa-apa atau ada kesepakatan tetapi tidak diakui keabsahan dan legitimasinya. Dengan demikian siapa yang berdusta dan menepuk air di dulang terpercik muka sendiri, tentu perlu ada klarifikasi secara jujur tidak saja oleh Kemenko Polhukam tetapi juga oleh Dirjen Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara dan Ketua PTUN Jakarta,” katanya.(jpnn)


Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Partai Hanura, Petrus Selestinus menyampaikan beberapa poin bantahan Kemenko Polhukam.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News