Respons BP Batam Atas Keluhan Para Pengusaha Terkait Perka 10/2019

Respons BP Batam Atas Keluhan Para Pengusaha Terkait Perka 10/2019
Kepala BP Batam, Edy Putra Irawadi. Foto: Batampos/jpg

Sehingga KPK memberikan rekomendasi melalui surat ke Presiden. Karena proses yang mencapai tingkatan atas pemerintahan tersebut, BP mau tidak mau harus menata ulang kembali jenis barang konsumsi.

Bersamaan dengan terbitnya Perka 10/2019 tersebut pada 17 Mei kemarin, BP meredefinisi barang konsumsi menjadi dua kelompok barang.

Pertama, barang kebutuhan investasi yang selama ini hanya barang modal dan bahan baku menjadi barang modal, bahan baku atau penolong atau barang pendukung.

"Misalnya industri shipyard bisa impor atau memasukkan mesin, baja, kompas, komputer dan lain-lain sendiri tanpa membeli dari importir umum," ujarnya.

BACA JUGA: Polri Klaim Kecelakaan Selama Operasi Ketupat 2019 Turun 65 Persen

Dan kelompok kedua yakni kelompok barang konsumsi. "Barang konsumsi yaitu barang jadi yang tidak diolah lagi untuk kebutuhan masyarakat secara luas di Batam," jelasnya.

Contohnya yacht, kompas, baggy, bir dan lain-lain bukan barang konsumsi masyarakat luas. "Maka, kami keluarkan dari penetapan kuotanya dari BP Batam. Silahkan saja masuk, tapi bayar pungutan fiskalnya," ungkapnya.

Penerbitan Perka 10 bertujuan bukan hanya untuk mengurangi barang konsumsi yang memperoleh fasilitas Free Trade Zone (FTZ), tapi juga mengatur pemasukan dan pengeluaran sementara dari luar negeri atau luar daerah pabean.

Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Edi Putra Irawadi menyatakan bahwa Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Batam memiliki masa transisi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News