Retor Beber Perbedaan Proletar dan Kaum Marhaen

Talkshow and Music Bung Karno Series

Retor Beber Perbedaan Proletar dan Kaum Marhaen
Dr. Retor A.W Kaligis, M.Si, Dosen Fikom Universitas Pancasila, dalam ‘Talkshow & Musik Bung Karno Series’ Episode ke-19 bertema "Bung Karno dan Wong Cilik" yang dipandu oleh Rizka, Sabtu (19/6). Foto: Istimewa.

Bung Karno bertekad untuk senantiasa memperjuangkan hak-hak dan keberpihakan kepada wong cilik.

Bagi Bung Karno, rakyat Indonesia harus benar-benar makmur dan tercukupi kebutuhannya.

“Kemerdekaan bagi Bung Karno tidak sekadar kemerdekaan bangsa, tetapi pembebasan rakyat dari penindasan,” katanya.

Bung Karno memperhatikan, kemiskinan dan kemelaratan rakyat Indonesia itu terjadi karena penindasan secara sistem.

Padahal, kata dia, wong cilik ini sejatinya mempunyai alat produksi yang bisa mereka gunakan untuk bekerja.

Kondisi ini tentu berbeda dengan proletar.

"Bung Karno turut serta terjun dan bergaul dengan masyarakat sekitar. Ketika kuliah di Bandung tak sekadar kuliah di kampus. Beliau juga menyaksikan penderitaan wong cilik. Ketika itu, Bung Karno bertemu dengan seorang petani yang bernama Marhaen. Saat itulah muncul istilah Kaum Marhaen ini," katanya.

Nilai lain yang bisa dipelajari dari gagasan Bung Karno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ialah banyak diilhami oleh kehidupan rakyat kecil yang tertindas.

Retor A.W Kaligis menegaskan bahwa Marhaen berbeda kaum proletar. Ini penjelasannya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News