Revisi UU MA Pantas Dicurigai

Revisi UU MA Pantas Dicurigai
Revisi UU MA Pantas Dicurigai
JAKARTA - Ketua Badan Eksekutif Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin mengatakan bahwa sangat wajar muncul berbagai kecurigaan terhadap revisi Undang-Undang Mahkamah Agung (UU MA) yang dilakukan Komisi III DPR RI. Sebab, selain prosesnya tidak transparan, revisi juga dilakukan secara tergesa-gesa.

“Revisi UU MA ini prosesnya tidak transparan. Seharusnya, sesuai keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) soal penguatan peran KY (Komisi Yudisial), UU KY dulu yang direvisi, bukan UU MA. Selain itu, nampak sekali revisi ini dipaksakan dan segera ingin disahkan,” kata Firman saat menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi bertajuk Revisi UU MA, di Press Room DPR/MPR RI, Jakarta, Senayan, Jum'at (26/9). Selain Firman, hadir mantan hakim agung Benjamin Mangkoedilaga, anggota Komisi III DPR Eva Sundari (FPDIP) dan Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin yang sekaligus Ketua Panja Revisi UU MA.

Firman menduga, sangat mungkin ada konsensus tertentu antara pihak MA, khususnya para hakim agung dengan Komisi III DPR, khususnya dari Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Demokrat (FPD) terutama untuk memuluskan keinginan sejumlah hakim agung agar masa pensiun mereka bisa diperpanjang. Itulah sebabnya, sejumlah anggota Komisi III, khususnya dari FPG dan FPD bersikeras agar masa pensiun hakim agung diperpanjang, tidak lagi pada umur 65 tahun atau 67 tahun, tapi 70 tahun.

“Kalau pensiunnya tetap umur 67 tahun, maka ada 11 hakim agung yang akan segera pensiun pada tahun 2008 ini, termasuk Ketua MA sendiri Bagir Manan yang akan pensiun pada 6 Oktober 2008,” ulasnya.

Tapi anehnya, sebut Firman, belum satupun dari 11 hakim agung itu yang mengajukan permohonan pensiun, termasuk Bagir. Padahal seharusnya, 6 bulan sebelum pensiun, para hakim agung itu sudah mengajukan surat permohonan pensiun. “Ini kan sangat jelas, seakan-akan masa tugas mereka sudah pasti bisa diperpanjang melalui revisi UU MA ini,” sebutnya.

Firman menambahkan, bila DPR dan pemerintah tetap memaksakan untuk mensahkan revisi UU MA yang antara lain menetapkan pensiun hakim agung pada umur 70 tahun, selain akan menghambat regenerasi hakim agung, reformasi hukum juga akan tersendat. “Umur 70 tahun itu sudah tidak produktif. Nanti yang akan dirugikan ya masyarakat sebagai pencari keadilan. Lagi pula, untuk apa memperpanjang masa pensiun para hakim agung yang ada sekarang, sementara prestasi mereka selama ini boleh dibilang nol,” tegasnya seraya mengamini sangat mungkin ada permainan uang di balik semua ini.

Hal senada disampaikan mantan hakim agung Benjamin Mangkoedilaga. Ia bahkan dengan tegas menyebut bahwa di bawah kepemimpinan Bagir Manan, prestasi dan kewibawaan MA sampai pada titik nadir. MA tidak lagi mendapat kehormatan sebagaimana layaknya sebuah lembaga tinggi negara. “Masak ruang kerja Ketua MA sampai digeledah KPK. Ini sangat memalukan,” tegasnya.

Benjamin pada prinsipnya tidak setuju dengan masa pensiun hakim agung pada umur 70 tahun. Namun kalau tetap dipaksakan, Benjamin meminta agar 11 hakim agung yang segera pensiun pada 2008 ini tidak diperpanjang lagi masa tugasnya. “Silakan 70 tahun baru pensiun, tapi ini berlaku mulai 1 Januari 2009. Jadi, 11 hakim agung termasuk Bagir Manan harus pensiun dulu,” pintanya.

JAKARTA - Ketua Badan Eksekutif Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin mengatakan bahwa sangat wajar muncul berbagai kecurigaan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News