Riyadh Muda

Oleh: Dahlan Iskan

Riyadh Muda
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Rasanya baru di Riyadh nanti ada bandara sampai punya enam runway. Bandara besar Heathrow London hanya punya 2 runway. Bandara John F. Kennedy New York punya empat runway. Bandara Atlanta punya 5 runway.

Ups, saya lupa, bandara Chicago O'Hare punya 8 runway. Dan semua itu kalah dengan bandara Morotai di Maluku Utara: punya 9 runway. Begitu pentingnya Morotai pada masa perang dunia kedua.

Juanda Surabaya belum juga bisa membangun runway kedua. Akibatnya sampai sekarang belum ada penerbangan malam dari dan ke Juanda.

Sampai tiga bulan ke depan waktu malam di Juanda dipergunakan untuk perbaikan landasan.

Membangun bandara sekaligus enam landasan di Riyadh apalah sulitnya. Mau 15 landasan pun bisa. Tanah ada. Uang ada. Kemauan Pangeran Mohammed sangat besar. Tidak ada satu pun yang meragukan rencana itu tertunda.

Siapa CEO Riyadh Air pun sudah diputuskan: Tony Douglas. Jabatan terakhirnya: CEO Etihad. Sebelum itu ia sudah muter-muter di berbagai jabatan terkait perusahaan penerbangan di jazirah Arab.

Meski kelihatannya akan saling bunuh di sesama tetangga Arab bisa juga semua itu mengurangi pasar perusahaan penerbangan Asia.

Sejak ada Emirates, Qatar, dan Etihad, saya belum pernah naik Singapore Airlines. Sudah begitu lama. Tentu banyak juga yang seperti saya.

Pangeran Mohammed bin Salman pilih jalan paling cepat: mendirikan perusahaan penerbangan baru saja. Riyadh Air. Dari pada membesarkan Saudi Airlines.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News