RUU Harus Cepat, tapi Bisa Memenuhi Kebutuhan

RUU Harus Cepat, tapi Bisa Memenuhi Kebutuhan
STUDIO: Sebuah studio televisi digital milik sebuah penerbit di Singapura. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Persoalan analog switch off (pergeseran) ke televisi digital terganjal aturan. Saat ini, pemerintah dan sejumlah pihak menunggu Revisi Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disahkan.

Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK mengatakan, ada tiga konsep analog switch off. Pertama, single mux operator, artinya pelaksana pengaturan dan pemberian frekuensi dari analog ke digital itu diserahkan ke satu lembaga.

"Dan dalam konteks di Malaysia contohnya oleh pemerintah," katanya dalam diskusi "RUU Penyiaran, Harapan dan Ketidakpastian” di Jakarta, Sabtu (10/6).

Kedua, multi mux operator, yakni diberikan kesempatan kepada lebih banyak pihak. Tidak hanya pemerintah, tapi juga stasiun penyiaran yang diberikan hak untuk mengoperated mux yang ada.

Ketiga yakni semacam kompromi atau hybir mux operator. Jadi, operatornya bisa beberapa. Tidak tidak setiap stasiun jadi operator, tapi bisa beberapa. "Kemudian ada grup stasiun yang bisa diberi kesempatan sebagai operator. Kemudian pemerintah dalam hal ini TVRI juga bisa diberi kesempatan," paparnya.

Menurut dia, yang penting sekali sekarang ini harus diperhatikan bahwa waktu berjalan dengan sangat cepat. International Telecommunication Union (ITU) misalnya mengharapkan persoalan digitalisasi ini sudah selesai pada 2020.

“Karena perkembangan teknologi digital ini berjalan sangat cepat. 2020 sebagian besar dari produk-produk analog sudah tidak lagi diproduksi," katanya.

Jadi, kata dia, nanti akan kesulitan mencari-cari kamera-kamera, perangkat-perangkat frekuensi analog.

Persoalan analog switch off (pergeseran) ke televisi digital terganjal aturan. Saat ini, pemerintah dan sejumlah pihak menunggu Revisi Undang-undang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News