Sambut Harkitnas, YKI Gelar Diskusi Membendung Radikalisme

Sambut Harkitnas, YKI Gelar Diskusi Membendung Radikalisme
Para pembicara dalam diskusi bertema 'Membendung Paham Radikalisme di Tengah Kehidupan Berbangsa dan Bermasyarakat yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945' yang digelar Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI) di Jakarta, Senin (15/5). Foto: YSA/RMO

jpnn.com, JAKARTA - Radikalisme dan terorisme diyakini semakin mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski demikian, masih ada optimisme bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tak akan mau menerima radikalisme masih optimistis bahwa Karenanya, harus ada upaya masif membendung radikalisme yang nyata-nyata mengancam NKRI dan Pancasila.

Hal itu mengemuka dalam diskusi bertema Membendung Paham Radikalisme di Tengah Kehidupan Berbangsa dan Bermasyarakat yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang digelar Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI) di Jakarta, Senin (15/5). YKI menggelar diskusi itu dalam rangka menyambut peringatan memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

Pembicara dalam diskusi itu antara lain pengamat politik dan Direktur Eksekutuf Indobarometer M. Qodari, intelektual muda Nahdatul Ulama (NU) dan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategi Bangsa Abdul Ghophur, Ketua Umum GMKI Sahat Marthin Pilop Sinurat, serta Ketua Umum PP Kammi Kartika Nur Rokhman. Diskusi juga dihadiri sesepuh YKI yang juga politikus senior PDI Perjuangan Sabam Sirait.

Abdul Ghophur mengungkapakan, warga NU telah tertutup dari kemungkinan terlibat atau masuk ke dalam gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme. Pasalnya, kiai-kiai sepuh NU selalu mengajarkan fitrah al-magfiyah yang menjadi dasar pemikiran bagi nahdiyin. Yakni tawasut, tawasul, keadilan dan toleransi.

Ghophur menjelaskan, tawasut adalah moderat atau berada di jalan tengah. Artinya, warga NU  tidak ekstrim kanan dan ekstrim kiri.

"Kita juga bicara keadailan dan toleransi. Dengan empat dasar pemikiran  tersebut maka NU sangat  tertutup dan tidak mungkin NU terindikasi gerakan terorisme," tegasnya.

Sementara Ketua Umum GMKI Sahat Marthin Pilop Sinurat mengimbau seluruh pejabat publik dari tingkat pusat hingga daerah bersikap sebagai negarawan. Apabila para pejabat bersikap negarawan, katanya, maka mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bangsa daripada kelompok.

"Ini yang masih kurang di Indonesia. Pejabatnya belum sepenuhnya menjadi negarawan yang utuh," katanya.

Radikalisme dan terorisme diyakini semakin mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski demikian, masih ada optimisme bahwa mayoritas masyarakat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News