Sanksi Sosial Menanti Partai Pemilih Pilkada DPRD

Sanksi Sosial Menanti Partai Pemilih Pilkada DPRD
Sanksi Sosial Menanti Partai Pemilih Pilkada DPRD

Bagian lain, bola panas penyelesaian UU Pilkada ada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, banyak pihak yang mengajukan judicial review. Pengamat hukum tata negara Refly Harun menerangkan, hakim MK pasti tidak hanya mempertimbangkan aspek hukum dalam masalah itu, tapi juga aspirasi masyarakat yang berkembang sekarang. ”Karena itu, penilaian hakim MK jangan hanya soal konstitusional atau tidak, tapi juga harus pro pada rakyat,” katanya.

Sejak awal, di Indonesia memang pemilihan bisa secara langsung dan tidak langsung. Namun, interpretasi terhadap konstitusi itu bisa dinamis. Pasal soal pemilu bisa langsung dan tidak langsung tersebut dibuat pada 2000. ”Namun, keadaan terus berkembang,” jelasnya.

Lalu, pada 2008 disepakati pemilu dilakukan secara langsung hingga pada 2014 ternyata dikembalikan lagi ke pilkada oleh DPRD. Seharusnya dipandang cara pemilu mana yang paling konstitusional. ”Keduanya, baik langsung dan tidak langsung, memang konstitusional. Tapi, dari keduanya, pemilihan langsung lebih konstitusional,” tegasnya.

Sebab, papar dia, dengan pemilihan tidak langsung, ada hak memilih dan hak dipilih yang dihilangkan. Rakyat tidak bisa memilih kepala daerah dan banyak orang yang akan kesulitan untuk bisa dipilih menjadi kepala daerah. ”Perkembangan demokrasi selama sepuluh tahun terakhir ini juga akan lebih baik dipertimbangkan MK,” papar dia.

Sementara itu, banyak pihak yang menilai pilkada tak langsung bakal menyuburkan korupsi di lingkungan partai politik. Sebab, selama ini banyak parpol yang sangat tertutup soal pengelolaan dananya.

Data assessment Transparency International Indonesia (TII) pada 2013 menunjukkan bahwa hanya lima parpol yang selama ini terbuka soal pengelolaan dananya. ”Partai politik yang lain sangat tidak terbuka. Tidak menerima kami,” ujar Sekjen TII Dadang Trisasongko.

Parpol yang terbuka soal pengelolaan dana adalah PDIP, PKB, Hanura, PAN, dan Gerindra. Mereka yang tidak terbuka tentu bisa diduga terindikasi melakukan korupsi.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyebutkan bahwa pilkada tak langsung hanya akan melokalisasi praktik korupsi dan money politics oleh DPR. ”Kalau dilokalisasi, korupsinya bisa gede-gedean tuh. Bisa tahunan dan akan sustainable,” ujar Bambang.

JAKARTA – Pengesahan Undang-Undang (UU) Pilkada terus mendapat perlawanan. Selain menggugat dengan mengajukan judicial review atau uji materi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News