Sanksi Sosial Menanti Partai Pemilih Pilkada DPRD

Sanksi Sosial Menanti Partai Pemilih Pilkada DPRD
Sanksi Sosial Menanti Partai Pemilih Pilkada DPRD

jpnn.com - JAKARTA – Pengesahan Undang-Undang (UU) Pilkada terus mendapat perlawanan. Selain menggugat dengan mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), dipastikan juga masyarakat akan memberikan sanksi sosial dengan tidak memilih partai yang mendukung pengesahan pilkada oleh DPRD tersebut.

Pengamat politik dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan, kemarahan publik terhadap pengkhianatan wakil rakyat saat ini akan berbeda. Sebab, rakyat akan mengingat kemunduran sejarah itu dalam waktu yang sangat lama. ”Sehingga akan ada sanksi sosial yang dilakukan rakyat,” terangnya.

Partai yang akan mendapat sanksi sosial itu adalah Demokrat, Gerindra, PPP, Golkar, dan PAN. Seluruh partai yang berperan pada kemunduran demokrasi Indonesia itu sangat mungkin disanksi dengan tidak dipilih rakyat pada pemilu ke depan. ”Pemilih akan beralih pada partai lain,” terangnya.

Sanksi sosial itu sebenarnya telah muncul sekarang. Salah satunya kepada Partai Demokrat, bahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Buktinya, di media sosial banyak sekali yang menghujat drama politik PD dengan walk out (WO) tersebut. ”Demokrat menjadi partai yang paling awal terkena sanksi,” jelasnya.

Bahkan, rencananya, Perludem juga menginventarisasi anggota DPR yang memilih pilkada oleh DPRD. Setelah itu, seluruh nama tersebut akan diumumkan biar diingat oleh rakyat. ”Masyarakat silakan mengingat dan memberikan sanksi sosialnya karena mereka telah merampas hak rakyat,” jelasnya.

Dia menambahkan, rakyat juga jangan lengah dengan berbagai agenda partai, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Dia mengatakan, perampasan hak pilih rakyat itu bukan agenda terakhir. Sangat mungkin ada berbagai langkah lain yang akan ditempuh. ”Yang ujung-ujungnya rakyat yang dirugikan,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, berbagai akrobat politik di DPR tersebut akan dicatat rakyat. Terutama tokoh yang seolah-olah mendukung demokrasi, tetapi kenyataannya melakukan pembiaran dalam kejadian tersebut. ”Seharusnya Demokrat itu tidak walk out kalau menginginkan pilkada langsung,” ucap dia.

Menurut Hasto, yang memunculkan keheranan, mengapa Presiden SBY justru pergi ke luar negeri saat ada kemunduran demokrasi Indonesia. Kalau memang konsen pada pilkada langsung, seharusnya malah tetap di Indonesia. ”Ini yang aneh,” terangnya.

JAKARTA – Pengesahan Undang-Undang (UU) Pilkada terus mendapat perlawanan. Selain menggugat dengan mengajukan judicial review atau uji materi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News