Sarkozy Bawa Prancis Kembali ke NATO

Sarkozy Bawa Prancis Kembali ke NATO
Sarkozy Bawa Prancis Kembali ke NATO
PARIS – Setelah 42 tahun meninggalkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), di bawah pimpinan Persiden Nicolas Sarkozy, Prancis bakal segera kembali menjadi bagian dari organisasi militer tersebut. Ini semakin menunjukkan bahwa pemimpin 53 tahun tersebut tunduk pada Amerika Serikat (AS). Padahal, dominasi AS-lah yang membuat mendiang Presiden Prancis Charles de Gaulle hengkang dari NATO pada 1966 lalu.

    ”Kita bisa memperbarui hubungan dengan NATO tanpa harus mengkhawatirkan kemerdekaan kita dan tidak perlu takut dilibatkan dalam perang yang tidak kita inginkan,” seru Sarkozy di hadapan sekitar 3.000 pejabat militer Prancis Selasa (17/6). Dalam paparan strategi pertahanan yang baru tersebut, pengganti Jacques Chirac itu menegaskan bahwa tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi bergabungnya kembali Prancis ke struktur keanggotaan NATO.

    Namun, ada satu syarat yang diajukan Sarkozy terhadap NATO. Suami Carla Bruni itu menuntut agar Prancis diberi kebebasan penuh dalam bersikap. ”Prancis bebas menentukan partisipasinya dalam misi NATO. Terutama, yang berkaitan dengan pengiriman pasukan. Prancis merupakan sekutu independen dan mitra yang bebas dalam  NATO,” urai presiden yang oleh para pendukungnya sering disapa Sarko tersebut. Rencananya, Prancis akan kembali ke pelukan NATO pada 2009.

      Sarkozy menegaskan, kembali bergabungnya Prancis dalam NATO, tidak akan berpengaruh pada strategi pertahanannya dalam Uni Eropa (UE). ”Jika Prancis kembali ke NATO, aliansi militer tersebut akan memberikan lebih banyak ruang untuk negara-negara Eropa. Saya menginginkan terciptanya aliansi Eropa yang lebih besar. Bagaimana bisa aliansi semacam itu terbentuk tanpa Prancis?” bebernya.

      Di samping mengemukakan keinginannya untuk membawa Prancis kembali bergabung dengan NATO, Sarkozy juga bakal mereformasi angkatan bersenjata negaranya. Terkait ancaman teror yang semakin meningkat, militer Prancis akan disulap menjadi lebih ramping, cerdas, melek teknologi dan sigap. Senin (16/6) lalu, pemerintah Prancis merilis dokumen strategi militer yang baru. Dalam lembar penting itu disebutkan bahwa Prancis akan lebih fokus pada aktivitas intelijen.

    ”Saat ini, ancaman yang paling nyata adalah serangan teroris,” seru Sarkozy. Dia memaparkan, ancaman teror tersebut akan hadir dalam bentuk yang jauh lebih canggih dibanding sebelumnya. Di zaman modern ini, imbuhnya, teroris akan melancarkan serangan mereka dengan media nuklir, kimia dan biologi. Karena itu, Prancis akan lebih berkonsentrasi pada kegiatan intelijen dan pengintaian. Bahkan, dia siap meng-upgrade sarana intelijen Prancis dengan peralatan yang lebih canggih.

      Sejak memangku jabatan presiden pada 16 Mei 2007 lalu, Sarkozy memang berjanji akan memperbaiki hubungan Prancis dengan AS. Sebab, hubungan para pendahulunya dengan negeri adi kuasa itu terkesan tidak harmonis. Demi tujuan itu, dia pun rela menuai kritik. Baik politisi dari partai yang sama dengannya, atau yang berseberangan. Menurut mereka, kembali bergabung dengan NATO, hanya akan membuat Prancis terlihat lemah dan tunduk pada AS. Bahkan, mereka menganggap Sarkozy telah mengkhianati de Gaulle.

      Di sisi lain, langkah Sarkozy itu disambut baik Sekjen NATO Jaap de Hoop Scheffer. ”Sekjen menyambut gembira pengumuman Presiden Sarkozy,” ujar Jubir pimpinan NATO, James Appathurai, kemarin (17/6). Namun, dia menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada pemerintah Prancis. Termasuk, kapan negeri anggur yang juga merupakan salah satu pendiri organisasi militer trans-Atlantik itu akan mulai bergabung penuh dalam NATO. (AP/AFP/hep)
Berita Selanjutnya:
Banjir Besar Landa Tiongkok

PARIS – Setelah 42 tahun meninggalkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), di bawah pimpinan Persiden Nicolas Sarkozy, Prancis bakal segera


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News