Satu Kelas 2 Siswa, tak Tahu Presiden RI Bernama Jokowi

Satu Kelas 2 Siswa, tak Tahu Presiden RI Bernama Jokowi
Maria Victoria Mau mendampingi dua muridnya, Diego Novito Bau dan Kornelia Zania Mau di SD Inpres Manulor, Belu (8/3). Foto: BAYU PUTRA/JAWA POS

Selain itu, sangat mungkin siswa yang seangkatan dengan Vito di kampung tersebut memang tidak ada lagi. ”Penduduk usia produktif di kampung ini kebanyakan pergi merantau ke Kalimantan atau Malaysia,” ucapnya.

Di Kalimantan mereka bekerja di perkebunan atau perusahaan kayu. Para penduduk itu berharap bisa memperoleh kehidupan yang lebih layak ketimbang tinggal di kampung yang terpencil.

Yang menjadi persoalan, warga yang merantau ke Kalimantan sudah bisa dipastikan bakal membawa serta anak mereka yang masih usia sekolah. Alhasil, jumlah anak usia sekolah di kampung tersebut semakin sedikit. Beberapa siswa yang sudah bersekolah di SDI Manulor pun terpaksa mengundurkan diri karena ikut orang tua.

Marianus acap kali berkeliling kampung dan berdialog dengan para orang tua. Aktivitas itu sekaligus dilakukan untuk mencari anak usia sekolah yang belum bersekolah. Dia akan berusaha merayu orang tua agar menyekolahkan anaknya. Toh, sekolahnya dekat dengan rumah.

Lagi pula, mereka tidak akan dipungut biaya alias gratis. Sebab, SDI Manulor mendapatkan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Nilainya Rp 48.800.000 per tahunnya.

Upaya itu cukup berhasil. Tahun ini ada belasan anak usia prasekolah yang orang tuanya berkomitmen memasukkannya ke sekolah. Saat ini mereka belajar di PAUD yang berada satu kompleks dengan SDI Manulor. Diharapkan, tahun depan sebagian di antara mereka mulai masuk SD sesuai usianya.

Dalam hal kurikulum, tutur Marianus, sekolahnya menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan Kurikulum 2013 sekaligus. Namun, khusus untuk kelas I, pihaknya hanya memberikan tiga mata pelajaran: membaca, menulis, dan berhitung. Sebab, tidak banyak orang tua yang membekali anaknya kemampuan tersebut sebelum bersekolah.

Penjelasan itu dibenarkan Maria. Tidak mungkin dia menerapkan kurikulum secara saklek karena kemampuan setiap anak tentu berbeda. ”Zania ini sudah cukup lancar membacanya. Tinggal Vito yang masih agak sulit,” katanya. Namun, keduanya sudah bisa menulis meski belum sempurna.

Sejumlah sekolah di Belu, perbatasan Indonesia - Timor Leste, mengalami problem kekurangan siswa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News