Sebagai Aset Keuangan, Kripto Seharusnya tak Lagi Dikenakan PPN

Dengan adanya pajak final, tarif pajak kripto di Indonesia justru lebih ringan dibandingkan negara-negara lain yang mengenakan pajak berbasis keuntungan.
Meskipun lebih rendah, sistem pajak final dinilai kurang ideal karena tetap dikenakan meski trader mengalami kerugian, berbeda dengan skema capital gains tax yang hanya dikenakan saat ada keuntungan.
Selain itu, trader yang menggunakan exchange luar negeri menghadapi tantangan dalam pelaporan pajak, karena hingga saat ini belum ada sistem yang jelas untuk menagih pajak dari transaksi yang dilakukan di platform asing.
Oscar menyoroti pajak memengaruhi biaya transaksi di exchange lokal.
“Sebagian besar biaya transaksi di INDODAX digunakan untuk membayar pajak,” ujarnya.
Dia berharap revisi PMK 68 dapat menghapus PPN agar biaya transaksi semakin kompetitif dan mendorong adopsi kripto di Indonesia.
Terkait transaksi di exchange luar negeri atau yang belum memiliki izin dari OJK, PMK 68 mengatur bahwa pajak PPh final yang dikenakan adalah 0,2% atau dua kali lipat dari yang berlaku di exchange berizin.
Namun, ada ketidakpastian dalam implementasi aturan ini.
Dengan adanya pajak final, tarif pajak kripto di Indonesia justru lebih ringan dibandingkan negara-negara lain yang mengenakan pajak berbasis keuntungan.
- Kuartal II 2025, Harga Bitcoin Diprediksi Makin Melejit
- 5 Tip Menghadapi Volatilitas Kripto, Upbit Imbau Dana Darurat Sebagai Prioritas
- Pintu Gelar Trading Competition 2025 Berhadiah Rp100 Juta, Yuk Ikutan!
- Lampaui Amazon dan Google, Bitcoin Kini Jadi Aset Kelima Terbesar di Dunia
- Harga Bitcoin Tembus Rp1,56 Miliar, CEO Indodax Ajak Masyarakat Mulai Mengubah Pola Pikir
- Kantongi Lisensi MSB, MLPRU Siap Perluas Layanan Kripto di AS